Thursday, 14 April 2016

Resensi Novel “How to be a Writer”



Judul                   : How to be a Writer
Penulis                 : Primadona Angela
Penerbit               : PT. Gramedia Pustaka Utama,2012
Cover                   : maryna_design@yahoo.co.id
Layout&Ilustrasi    : eMTe
ISBN                   : 978-979-22-7983-2
Harga                  : Rp.40.000

Sinopsis

Bagian Pertama:
Zoya Zinnia yakin dirinya genius dalam menulis. Bukankah Bu Molly, guru Bahasa Indonesia-nya, selalu berkata demikian? Sayang, Bu Molly cuti dan digantikan Bu Selma. Guru yang satu ini, sudah nggak bisa dandan, payah pula dalam mengenali bakat. Apa perjalanan Zoya sebagai penulis harus berhenti gara-gara Bu Selma?

Bagian Kedua:
Berminat jadi penulis? Nggak hanya sekedar mimpi. Di sini akan dipaparkan cara mengejar ide dan mengembangkannya, sehingga kamu pun, asal tekun, bisa menyelesaikan naskahmu sendiri.

***

“Ketika hati terasa lapang dan benak terang benderang, ide akan rajin datang.” – Primadonna Angela-

Kata-kata di pembatas buku ini yang mengawali saya rajin menulis lagi setelah sekian lama. Waktu saya nemu buku ini di Gramedia sebelumnya bingung tentang isi buku yang sebenernya menceritakan fiksi apa tips menulis. Meskipun di sinopsis saya juga belum nggeh juga sih, tapi entahlah saya berniat beli dan berharap buku ini memang bagus sesuai ekspetasi saya.

Dan nggak perlu waktu lama, saya udah bisa meneyelesaikan cerita bagian pertama. Bagian pertama tentang kisah Zoya yang yakin kalau dia memang genius dalam menulis, bak penulis profesional. Bermula dari angan-angan Zoya yang membayangkan hasil buah pemikirannya dalam menulis cerita untuk tugas Bahasa Indonesia akan dipuji lagi oleh guru Bahasa Indonesia. Sayangnya, angan-angan tersebut tidak berakhir manis setelah karyanya dikritik habis-habisan oleh Bu Selma. Dia merutuk habis-habisan, bisa-bisanya Bu Molly guru kesayangannya cuti dan digantikan oleh Bu Selma, yang sudah nggak bisa dandan, payah pula dalam mengenali bakat. Namun Zoya tak akan meneyerah, dia lantas balas dendam pada Bu Selma dimulai dari aksi failed melaporkan kualitas mengajar Bu Selma ke Kepala Sekolah karena telah meragukan kemampuan Zoya yang notabene penulis genius, lalu disusul membuat tulisan baru sebelum di kritik lagi karena tulisannya terlalu ngawur dan kurang riset.

Di buku ini ceritanya begitu natural dan mengalir. Kok bisa? Sebab di buku ini di ceritain banget fenomena lika-liku perjuangan Zoya untuk menyelesaikan naskahnya yang sebetulnya menjadi momok buat para penulis. Seperti-- harus mulai dari mana, kesempatan untuk memulai dari yang berbeda?, mulai dari yang kau ketahui, menikmati menulis, kesan pertama menulis, terkadang semua tak berjalan tak sesuai kerangka, ngadat deh! (alias writer blocks) dan lain sebagainya.

saya paling berkesan di bagian pandangan hobi Zoya yang dipandang sebelah mata oleh orang lain. Berasa berkaca dengan diri saya sendiri, kurang lebih Zoya menambahkan kalimat ini dalam tulisannya, yang menurut saya menyentuh sekali, “Kita nggak bisa memaksa orang mendukung semua keinginan kita, saudara dan teman, bahkan keluarga terdekat, tidak dapat kita harapkan untuk menyemangati kita dalam menulis. Jalan sebagai menulis tidak selalu mudah, dan musuh terbesar adalah keragu-raguan. Sekaligus sulitnya memotivasi diri sendiri. Tapi kalau mau jadi penulis, ya kita harus bisa, tidak ada pilihan lain. Hanya kamu yang bisa, hanya kamu yang dapat menentukan akan mau terus menulis atau berhenti di tengah perjuanganmu.”

Cerita ini berakhir manis, tentu saja. Zoya menyadari kalau semua kritikan Bu Selma memang benar, semuanya terjadi setelah menyelesaikan naskah ceritanya yang butuh perjuangan berat. Misalnya kejadian dia harus mengasuh anak tetangga bandelnya minta ampun, sementara ibu sang anak sedang sakit. Dengan begitu, dia bisa mengenal dunia anak kecil yang jauh dari cerita yang ia buat sebelumnya. Itung-itung sambil riset yang dianjurkan Bu Selma. Belum lagi kendala lain seerti kesulitan Zoya mengatasi writer block. Akhirnya ceritanya yang baru jauh kebih baik dibanding sebelumnya dan Bu Selma mengakuinya. Beberapa bulan kemudian Zoya datang ke acara meet&greet penulis favorit sekaligus inspiratifnya untuk bertemu dengan penulisnya langsung. Yah maklum ini penulisnya Zoya nggak tahu mukanya gimana, dia bawa tuh semua series buku penulis favoritnya buat ditanda tanganin, siapa lagi penulis favoritnya kalau bukan Andita Letta. Eh ternyata, Anditta Letta itu tak lain tak bukan itu Bu Selma, dan merosotlah bahu Zoya mengetahui kenyataan sebenernya. [ini endingnya aku senyum-senyum sambil bilang “syukurin, nah loh malu kan? Wkwkwk]

Di buku Bagian Kedua, di sini Primadona Anggela membahasa lebih lanjut untuk cara menjadi seorang penulis. Di uraikan di bagian bab berikut:

Prolog
    I.      Awali dengan Niat
   II.       Cari Tahu Motivasimu
  III.      Menulis Sebagai Hobi atau Profesi?
  IV.      Apa yang Ingin Kamu Sampaikan?
   V.      Menggagas Ide
  VI.      Ciptakan Zona Nyamanmu
VII.      Mulai dengan Ide yang Solid
VIII.      Ayo Menulis!
  IX.      Latar
   X.      Karakter
  XI.      Konflik
XII.      Show, Don’t Tell
XIII.      Mengatasi Writer Block
XIV.      Menerbitkan Naskan
TISP MENULIS
KESIMPULAN


Buat yang mau membahas tips menulis lebih lanjut di buku ini bisa nanti saya rangkumin bab yang kalian ingin saya jabarkan, misal tentang XII Mengatasi Writer Block. Bisaa tuh nanti saya bahas di postingan selanjutnya. Atau kalau mau tanya-tanya bisa langsung ke mbak Primadona Angela langsung. Sebagai penulis Teenlit dan MetroPop, karya-karya Primadona Angela mengusung kehidupan sehari-hari dalam cerita yang menyentuh dan menggelitik. How to be a Writer adalah buku kedua puluhnya.

No comments:

Post a Comment