Judul : How to be a Writer
Penulis :
Primadona Angela
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama,2012
Cover :
maryna_design@yahoo.co.id
Layout&Ilustrasi : eMTe
ISBN : 978-979-22-7983-2
Harga : Rp.40.000
Sinopsis
Bagian Pertama:
Zoya Zinnia yakin
dirinya genius dalam menulis. Bukankah Bu Molly, guru Bahasa Indonesia-nya,
selalu berkata demikian? Sayang, Bu Molly cuti dan digantikan Bu Selma. Guru
yang satu ini, sudah nggak bisa dandan, payah pula dalam mengenali bakat. Apa perjalanan
Zoya sebagai penulis harus berhenti gara-gara Bu Selma?
Bagian Kedua:
Berminat jadi
penulis? Nggak hanya sekedar mimpi. Di sini akan dipaparkan cara mengejar ide
dan mengembangkannya, sehingga kamu pun, asal tekun, bisa menyelesaikan
naskahmu sendiri.
***
“Ketika hati terasa lapang dan
benak terang benderang, ide akan rajin datang.” – Primadonna Angela-
Kata-kata di
pembatas buku ini yang mengawali saya rajin menulis lagi setelah sekian lama. Waktu
saya nemu buku ini di Gramedia sebelumnya bingung tentang isi buku yang sebenernya
menceritakan fiksi apa tips menulis. Meskipun di sinopsis saya juga belum nggeh
juga sih, tapi entahlah saya berniat beli dan berharap buku ini memang bagus
sesuai ekspetasi saya.
Dan nggak perlu
waktu lama, saya udah bisa meneyelesaikan cerita bagian pertama. Bagian pertama
tentang kisah Zoya yang yakin kalau dia memang genius dalam menulis, bak
penulis profesional. Bermula dari angan-angan Zoya yang membayangkan hasil buah
pemikirannya dalam menulis cerita untuk tugas Bahasa Indonesia akan dipuji lagi
oleh guru Bahasa Indonesia. Sayangnya, angan-angan tersebut tidak berakhir
manis setelah karyanya dikritik habis-habisan oleh Bu Selma. Dia merutuk
habis-habisan, bisa-bisanya Bu Molly guru kesayangannya cuti dan digantikan
oleh Bu Selma, yang sudah nggak bisa dandan, payah pula dalam mengenali bakat. Namun
Zoya tak akan meneyerah, dia lantas balas dendam pada Bu Selma dimulai dari
aksi failed melaporkan kualitas
mengajar Bu Selma ke Kepala Sekolah karena telah meragukan kemampuan Zoya yang
notabene penulis genius, lalu disusul membuat tulisan baru sebelum di kritik
lagi karena tulisannya terlalu ngawur dan kurang riset.
Di buku ini
ceritanya begitu natural dan mengalir. Kok bisa? Sebab di buku ini di ceritain
banget fenomena lika-liku perjuangan Zoya untuk menyelesaikan naskahnya yang
sebetulnya menjadi momok buat para penulis. Seperti-- harus mulai dari mana,
kesempatan untuk memulai dari yang berbeda?, mulai dari yang kau ketahui,
menikmati menulis, kesan pertama menulis, terkadang semua tak berjalan tak
sesuai kerangka, ngadat deh! (alias writer blocks) dan lain sebagainya.
saya paling berkesan
di bagian pandangan hobi Zoya yang dipandang sebelah mata oleh orang lain. Berasa
berkaca dengan diri saya sendiri, kurang lebih Zoya menambahkan kalimat ini
dalam tulisannya, yang menurut saya menyentuh sekali, “Kita nggak bisa memaksa orang mendukung semua keinginan kita, saudara
dan teman, bahkan keluarga terdekat, tidak dapat kita harapkan untuk
menyemangati kita dalam menulis. Jalan sebagai menulis tidak selalu mudah, dan
musuh terbesar adalah keragu-raguan. Sekaligus sulitnya memotivasi diri
sendiri. Tapi kalau mau jadi penulis, ya kita harus bisa, tidak ada pilihan
lain. Hanya kamu yang bisa, hanya kamu yang dapat menentukan akan mau terus
menulis atau berhenti di tengah perjuanganmu.”
Cerita ini berakhir
manis, tentu saja. Zoya menyadari kalau semua kritikan Bu Selma memang benar, semuanya
terjadi setelah menyelesaikan naskah ceritanya yang butuh perjuangan berat. Misalnya
kejadian dia harus mengasuh anak tetangga bandelnya minta ampun, sementara ibu
sang anak sedang sakit. Dengan begitu, dia bisa mengenal dunia anak kecil yang
jauh dari cerita yang ia buat sebelumnya. Itung-itung sambil riset yang
dianjurkan Bu Selma. Belum lagi kendala lain seerti kesulitan Zoya mengatasi
writer block. Akhirnya ceritanya yang baru jauh kebih baik dibanding sebelumnya
dan Bu Selma mengakuinya. Beberapa bulan kemudian Zoya datang ke acara
meet&greet penulis favorit sekaligus inspiratifnya untuk bertemu dengan
penulisnya langsung. Yah maklum ini penulisnya Zoya nggak tahu mukanya gimana,
dia bawa tuh semua series buku penulis favoritnya buat ditanda tanganin, siapa
lagi penulis favoritnya kalau bukan Andita Letta. Eh ternyata, Anditta Letta
itu tak lain tak bukan itu Bu Selma, dan merosotlah bahu Zoya mengetahui
kenyataan sebenernya. [ini endingnya aku senyum-senyum sambil bilang “syukurin,
nah loh malu kan? Wkwkwk]
Di buku Bagian Kedua, di sini Primadona Anggela
membahasa lebih lanjut untuk cara menjadi seorang penulis. Di uraikan di bagian
bab berikut:
Prolog
I.
Awali
dengan Niat
II.
Cari Tahu Motivasimu
III. Menulis Sebagai Hobi atau Profesi?
IV. Apa yang Ingin Kamu Sampaikan?
V.
Menggagas
Ide
VI. Ciptakan Zona Nyamanmu
VII.
Mulai
dengan Ide yang Solid
VIII.
Ayo
Menulis!
IX. Latar
X.
Karakter
XI. Konflik
XII.
Show,
Don’t Tell
XIII.
Mengatasi
Writer Block
XIV.
Menerbitkan
Naskan
TISP
MENULIS
KESIMPULAN
Buat
yang mau membahas tips menulis lebih lanjut di buku ini bisa nanti saya
rangkumin bab yang kalian ingin saya jabarkan, misal tentang XII Mengatasi
Writer Block. Bisaa tuh nanti saya bahas di postingan selanjutnya. Atau kalau
mau tanya-tanya bisa langsung ke mbak Primadona Angela langsung. Sebagai penulis
Teenlit dan MetroPop, karya-karya Primadona Angela mengusung kehidupan sehari-hari
dalam cerita yang menyentuh dan menggelitik. How to be a Writer adalah buku kedua puluhnya.
No comments:
Post a Comment