Wednesday, 24 February 2016

RESENSI NOVEL DES(C)ISION (Kisah Galau Sepanjang Masa)

RESENSI NOVEL DES(C)ISION (Kisah Galau Sepanjang Masa)
Judul                     : DES(C)ISION (Kisah Galau Sepanjang Masa)
Penulis                  : Almira Raharjani
Desain sampul      : Marcel A.W
Editor                    : Raya Fitrah
Penerbit                : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Detail Buku          : 224 Hlm, 20 cm, Jakarta 2012
ISBN                     : 978-979-22-8632-8

“Apa yang akan kau lakukan jika pacarmu ternyata tidak romantis, hanya mengajak ngobrol ngalor-ngidul seperti seminar tanpa tema? Apakah kau akan menyimpan persoalan ini rapat-rapt untuk diri sendiri sampai kemudian menjadi jerawat liar yang tumbuh bak jamur di musim hujan atau curhat ke sahabat?


Yang terakhirlah yang dilakukan Desi. Sama sekali di luar harapan Desi, mendadak ia sampai pada keputusan putus.


Desi mengira bisa segera mencari pacar baru yang lebih segalanya daripada De, rencananya buyar. Karena begitu mereka putus , Desi malah selalu terkekang pada sikap dewasa dan gentleman  De. Dan celakanya, persoalan dengan De bahkan tak habis-habis, sambung-menyambung mirip buntut barongsai.


Desi galau, karena semuanya akibat dan berasal dari dirinya sendiri yang ruwet dan labil. Dan kegalauannya semakin menjadi karena ternyata ia masih mengharap.
***


Hai kawan kita ketemu lagi di saat hujan (lagi) pada postingan hari ini, sebenarnya saya besok sudah Try Out Matematika. Nggak tau kenapa saking penatnya saya refresing baca novel ini dalam beberapa jam (WOW... Biasa aja) dan malam ini saya sedikit mengulik novel ini yang recomended dibaca buat kalian-kalian yang masih ababil sama pacarnya (Maybe)


Pernah nggak sih kalian merasa hubunganmu dengan sang pacar kadang terasa hambar? Stuck? Itu-itu mulu? Nggak ada kemajuan? Yah Desi juga  merasakan hal sama saat pacaran sama De selama setahun setengah belakangan (red: cowoknya. Bukan DEE si penulis Perahu Kertas). Setelah pertimbangan masak-masak dan desakan sahabtanya, Cindy- akhirnya Desi mengambil Ujung Keputusan : “Gue Putusin,Putus!” dan De hanya menerima dengan ikhlas kemudian menjabat tangan Desi sambil berkata ”Selamat tinggal, Desi. Kita mungkin tidak lagi pacaran. Tapi kuharap kita tetap saling menyapa jika berjumpa,”


Bukanya senang, malah setiap hari Desi merasa terkekang oleh rasa bersalahnya karena keputusannya sendiri dan permintaannya ini-itu yang berdampak fatal bagi De. Dimulai dengan luka fisik yang diterima akibat pukulan Linggar, Kesalahpahaman keluarga Desi versus De yang berawal dari Desi yang meminta memutus tali silaturahmi De dan keluarganya.


Desi menyadari ternyata selama ini salah mengambil keputusan, setelah beberapa rentetan peristiwa yang dialaminya- kenyataan yang belum pernah ia ketahui- tentang De yang selama ini mempunya segudang rahasia yang tak ia pahami.


Dan satu lagi, sahabatnya selama ini adalah biang sumbu kompor yang selalu menyalakan letupan-letupan apinya lewat perkataan gilanya hingga Desi terbakar oleh hasutanya untuk meminta putus dari De, mungkin efek jones yang iri dan dengki melihat sahabatnya mempunya pacar sebaik De. Dan sialnya Cindy malah memusuhinya setelah Desi menjelekkan si Dody(ternyata calon pacar) dihadapannya.


Namun dibalik,semua kegalauan yang Desi&De alami berbuah manis setelah Anggi dan Fifi nekat melanjutkan misi rahasia menyelediki isu miring dari sumber “si rambut pohon beringin”(Cindy) yang katanya De sudah mempunyai anak  setelah putus dengan Desi? Kok bisa? Semuanya di bahas di bab cerita Hebat Si Nenek.  Dan jangan khawatir karena cerita ini berakhir manis setelah bab Aksi Anggi,  De nekat menjalin hubungan kembali dengan Desi, tapi bukan sebagai pacar namun sebagai ISTRI, alias Desi dilamar buat nikah. YEAY!

***

Dibalik cerita yang saya baca, banyak hal yang disampaikan oleh penulis buat disampaikan kepada penulis. Tentang kita yang harus mengenali karakter pasangan kita masing-masing dalam menjalin hubungan, jangan mudah terpengaruh sama omongan orang, jangan gegabah mengambil keputusan (entahlah kata temen saya curhat” jangan gegabah putusin pacar karena alasan ga jelas dan mengikuti emosi sesaat, suatu saat nanti kita bakal nyesel entah karena si doi setelah putus makin baik kelakuannya atau makin ganteng” [ini pikiran teman-teman saya kadang melantur juga])  tapi ya ga gitu-gitu amat kali ya? Dan satu pesan yang paling nyeremin, kadang orang yang kita percaya menjadi orang terdekat kita justru berpotensi besar dalam menghancurkan kehidupan kita. Jadi inget kisah “Jessica,Mirna dan Sianida”. Jadi gimana dong? Saya nggak tahu ya berdoa saja semoga kita nggak mengalami hal-hal seperti mereka.


Untuk kekurangan cerita ini nyaris nggak ada, kurangnya Cuma satu. Kurang panjanggg cerita soalnya saya udah ketagihan sama cerita ini. Covernya keren banget saya udah langsung jatuh cinta pandangan pertama msekipun saya sebenernya kurang nangkep maksud dari judulnya. Dan isi bukunya sendiri juga disuguhi bab yang banyak namun gak memakan narasi yang banyak pula jadi ngalir terus, apalagi kata-katanya yang simple bahkan banyak juga lawakan-lawakan di dalamnya bikin ketawa ngakak bacanya. Selain itu saya juga nemuin beberapa quotes yang bikin kalian baper salah satunya:


1.    “kalau nggak tahan, ya mendingan putus. Susah banget sih cara kerja otak lo. Muter-muter nggak keruan. Kebanyakan muter tuh otak, lo bisa kenthir!” (hal 16)


2.    “Laki-laki,cowok,pria,wong lanang, men in general, mereka nggak akan mau diputusin. Kenapa? Karena mereka memiliki ego sebesar dan setinggi Gunung Himalaya, sehingga kata ‘tidak’ dari cewek nggak berarti apa-apa.” (hal 19)


3.    “Perlu diingat, ngomong putus itu mudah. Yang susah, meng-handle situasi setelah kita mengucapkan kata putus. Karena putus bukan akhir sesuatu, tetapi justru awal sesuatu.” (hal 20)


4.    “Selamat tinggal, Desi. Kita mungkin tidak lagi pacaran. Tapi kuharap kita tetap saling menyapa jika berjumpa,” (hal 26)


5.    “Sudahlah... apa lagi yang lo tangisi, Des?” (hal 27)


6.     “Dody dan jenis cowok macam dia yang ke sana-kemari nampang mengandalkan mobil bokapnya, bukan tipeku, Cin!” (138)


7.     “Eeh, nggak usah menjelek-jelekkan muka orang! Orang yang lo pilih, meski cakep udah lo putusin, kan? Apa gunannya?” (hal 139)


8.    “Busyet lo, Des! Jangan salahin orang lain dong untuk keputusan yang lo buat sendiri!” (hal 139)

9.    “Loh, memang apa enaknya punya sobat sedang pacaran sedang gue sendiri jomblo?” (hal 139)


10. “Jika semua pendapat pribadimu berdasarkan prasangka buruk, kebaikan akan menjauh darimu,”  (hal 195)



Nah, karena hujan yang menemani saya sudah reda, jadi saya mau pamit kita ketemu lagi di hujan-hujan berikutnya untuk postingan selanjutnya J

No comments:

Post a Comment