Pembagian cerpen menurut jumlah kata
Berdasarkan jumlah katanya,cerppen dipatok dengan karya
sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000
kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni
:
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara
750-1.000 kata.
2. Cerpen yang ideal, cerpen yang jumlah katanya mencapai
angka kata antara 3.000-4.000 kata.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka
10.000 kata. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat,Eropa
pada kurun waktu 1940-1960.
Sudah faham dengan perbedaannya?
kalau begitu langsung saya kasih contoh saja... cekidot :)
1. Cerpen Mini (Flash)
Ingin berubah. (1.000 kata)
By. Sofhie
Lengkap sudah keburukan yang sudah dimiliki laki-laki jangkung berkulit putih itu. Semua kebiasaan buruk sudah ia lakukan dan dicobanya. Terutama jadi rampok, jambret, pecandu narkoba, judi, minum-minuman keras, dan main perempuan setiap malam. Akan tetapi laki-laki ini mendadak ingin berubah ketika ia jatuh cinta kepada seorang wanita sholehah. Dia merasa malu ketika melihat gadis itu. Ya, laki-laki itu bernama Andre Bastian. Cowok ini masih tergolong muda. Umurnya baru menginjak 21 tahun. Cowok ini menjadi berandalan sejak kedua orangtuanya kecelakaan di luar kota. Sifatnya menjadi keras kepala, susah diatur, dan bertindak seenaknya sendiri. Andre anak tunggal dari kedua orangtuanya. Andre mendapatkan semua aset warisan dari orangtuanya. Tapi anak ini memang sudah berubah. Semua perusahaan Papanya dijual. Semua barang milik yang diwariskan olehnya habis untuk berjudi dan mabuk-mabukan.
Andre berjalan sambil terhuyung-huyung karena terlalu banyak minum. Ia berjalan ditengah jalan. Semua orang yang berlalu lalang di jalan terheran-heran melihatnya.
"Hei cantik? Sendirian aja nih? Boleh gue temenin nggak?" ucapnya sambil menyentuh dagu cewek yang duduk menunggu angkutan. Serentak cewek itu berdiri.
"Maaf, Mas. Saya buru-buru." kata gadis lalu berdiri meninggalkannya.
Andre menyahut lengannya tanpa ampun.
"Eh, mau kemana non, ikut gue yuk? Pasti enak." ajaknya sedikit merayu.
"Nggak! Saya nggak mau." teriak gadis itu sambil menepis pegangan tangan itu. Karena terlalu keras cengkeraman Andre ke tangannya. Gadis menggigit lengan Andre. Andre mengerang kesakitan. Sedangkan gadis berlari sekeras-kerasnya mencari bantuan.
"Dasar cewek sialan!" umpatnya sambil memegangi lengan yang membekas gigitan gadis itu.
KLONTANG!
Andre menendang kaleng tergeletak di jalan. Tubuhnya semakin kurus, obat-obatan yang ia minum itu sudah menyerang tubuhnya. Matanya cekung, mukanya pucat. Tak ada alasan untuk hidup.
Sesaat mata Andre menangkap sosok wanita yang begitu anggun, manis, sholehah. Mata Andre tak berkedip sekali pun. Bayangannya tertuju pada gadis di seberang sana.
"Wahai gadis yang mulia. Bolehkah aku mengenalmu?" ucapnya lirih sambil memandangnya.
Andre mengucek-ngucek matanya memastikan gadis masih ada. Dan ternyata gadis itu sudah menghilang. "Oh, tidaaaaakk!" gumamnya dalam hati.
"Siapa gadis itu? Cantik sekali, benar-benar sempurna. Pecfect."
Malam harinya.......
Andre membuka pintu rumah dengan kasar. Dilantai, meja, dan disofa semuanya berceceran sampah bekas berjudi kemaren. Bahkan botol-botol masih tergeletak meja. Andre membanting pantatnya disofa dengan kasar.
"Siapa dia, ya? Anak mana, namanya siapa?" katanya dalam hati.
Rumah Andre tampak tidak terawat. Semua pembantu dirumahnya tidak betah melihat tingkah lakunya yang seperti ini. Toh semua sudah bangkrut. Hanya rumah satu-satunya yang Andre miliki. Rumah itu nampak sunyi senyap. Kedua orangtuanya di alam baka pasti sedih melihat anak laki-laki satu-satu mereka berubah menjadi seperti ini.
Andre menggeletakkan jaketnya di kasur. Anak ini memang jorok. Semua pakaiannya jarang dicuci. Ya maklumlah, anaknya seperti itu.
Pagi ini Andre masih meringkuk di kasur tempat tidur. Ia membuka mata sebentar. Kepala terasa pusing, mungkin karena terlalu banyak minum, mulutnya berbau alkohol. Andre segera bangkit dan mulai pergi keluyuran entah kemana tidak jelas. Yang penting tidak pernah duduk dirumah. Hanya kalau malam tidur dan paginya pergi lagi. Kecuali, teman-teman segengnya main ke rumah dan bersenang-senang di main remi.
"Hah? Itu gadis yang gue liat kemaren." ucapnya sambil memelototi gadis itu takut kehilangan jejak yang kedua kalinya.
Andre berjalan menghampiri gadis itu yang sedang berbelanja di pasar.
"Hai," sapanya malu.
"Iya. Assalamualaikum?"
Andre tidak bisa menjawab sambutan salam dari gadis itu.
"Nama kamu siapa?" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Gadis itu menolak uluran tangannya.
"Maaf, bukan muhrim. Nama saya Aini."
"Oow, Aini."
"Ya udah saya harus buru-buru pulang. Nanti ibu saya nyariin. Assalamualaikum?"
Lagi-lagi Andre tidak bisa menjawabnya. Ya iyalah, artinya apa juga dia nggak tahu. Maklum anak berandalan kekurangan kasih sayang kedua orangtuanya.
Gadis itu berlalu meninggalkannya. Andre sempat mencuri pandangan kepada gadis itu. Lalu dengan mengendap-endap Andre mengikutinya dari belakang.
"Assalamualaikum Ibu," sapa gadis ketika berada didepan pintu.
Pintu segera dibuka dari dalam.
"Walaikum salam."
"Andre yang memerhatikan hanya garuk-garuk kepala karena bingung.
"As.....sa.....lam.... Mu....mu.....alai.....kum." ucapnya terbata meniru ucapan Aini.
"Apa maksud kata-kata aneh itu? Kenapa gadis sering menyebutnya? Aneh."
*
Pagi-pagi buta ini Aini dikejutkan dengan kedatangan Andre yang sudah nangkring di teras rumah. Aini membuka pintu terkejut melihat penampilan Andre yang awut-awutan.
"Assalamualaikum? Maaf anda siapa, ya?" tanyanya kebingungan.
Andre segera berbalik ke arah Aini. Mulut Aini menganga lebar.
"Astagfirullahal'adzim. Kamu? Ngapain ada di sini?"
"Kamu belum tahu nama gue, kan. Kemaren lo buru-buru pulang sih. Nama gue Andre."
"Astaga, Andre. Ada perlu apa kamu kemari?"
"Gue cuma mau bilang, kalo gue suka sama lo sejak pertama gue liat lo."
"Apa? Nggak mungkin. Bilanglah sayang dan cinta kepadaku hanya karena Allah. Kamu boleh bilang saat kau ingin merubah penampilanmu ini, baru aku akan percaya kata-katamu." ucapnya Aini bijak.
"Oke, aku akan ngebuktiin ke elo kalau gue bener-bener suka sama lo dan gue akan berubah demi mendapatkan cinta lo."
"Maaf, kita bukan muhrim. Silahkan kamu pergi dari sini. Assalamualaikum." potong Aini menutup pintunya.
Andre berbalik dan berjalan menjauh dari rumah itu.
*
Andre berusaha menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang ia lakukan setiap harinya. Bahkan ia sempat nolak ajakan oleh teman-temannya mengkonsumsi ganja, berjudi, minum-minuman, menjabret, ngegodain cewek-cewek di luar, bahkan semua tindikan-tindikan yang memenuhi wajah, hidung, lidah dan telinganya di lepas, tato-tato di badannya bersih dihapus, rambutnya dipangkas dengan rapi, dan cara berpakaiannya di rubah. Andre terlihat punya semangat hidup ketika ia direhap. Sekarang ia sering ikut pengajian di masjid, belajar mengaji bersama Pak ustad, dan menaati peraturan agama. Andre sudah terlihat cowok yang diinginkan Aini. Ia segera menghambur ke rumah gadis pujaan hatinya.
"Assalamualaikum, Aini?" sapanya ketika Aini membukakan pintu untuknya.
Aini melongo melihat. Dilihat dari atas ke bawah.
"Waalaikumsalam. Maaf anda siapa? Ada perlu apa datang kemari?" jawab Aini melihat tak berkedip. Subhanallah......" gumam Aini dalam hati.
"Hei, udah lupa sama aku ya? Aku Andre, sekarang aku datang memenuhi janjiku ke kamu."
"Andre? Cowok yang berandalan itu, menjadi setampan ini?"
"Iya. Aku Andre anak berandalan kemaren yang kenalan sama kamu."
"Astaga. Jadi kamu menempati janjimu ke aku? Alhamdulilah......"
"Gimana sekarang udah percaya kan, kalo aku sudah berubah 100% sesuai keinginanmu? Ingat masih ada satu lagi, aku sekarang bisa mengaji lo." ucap Andre sumringah.
"Benarkah? Subhanallah. Makasih kamu udah menuruti apa yang aku inginkan."
"Sekarang kamu percaya sama aku kan, kalo aku sangat cinta dan sayang kamu?"
Aini mesem-mesem ketika tangan Andre memegang kedua tangannya.
"Siapa Ni, kok nggak disuruh masuk?" seru Ibu Aini keluar pintu.
"Astagfirullahal'adzim. Apa yang kalian lakukan?" ucapnya panik.
"Maaf, Bu. Saya mencintai anak Ibu, dan saya bisa berubah menjadi seperti karna perintah anak Ibu."
"Benarkan itu, Aini?" tanya Ibu Aini sambil memandang penuh arti.
"Benar Ibu."
"Aini, maukah kamu jadi istriku?"
Aini menoleh kepada Ibunya seolah meminta dukungan.
Andre berlutut di bawah Ibu Aini. Aini menganga ketika melihatnya.
"Bu, Ibu merestui hubungan kami, kan?"
"Berdirilah, Nak. Kalau Ibu merestui, semua keputusan ada di tangan Aini."
Andre kembali memandang Aini penuh harap.
"Gimana? Kamu mau, kan?"
Aini mengangguk.
"Mau."
"Alhamdulilah......" Andre bersujud bersyukur atas nikmatnya dari Allah.
-END-
Ingin berubah. (1.000 kata)
By. Sofhie
Lengkap sudah keburukan yang sudah dimiliki laki-laki jangkung berkulit putih itu. Semua kebiasaan buruk sudah ia lakukan dan dicobanya. Terutama jadi rampok, jambret, pecandu narkoba, judi, minum-minuman keras, dan main perempuan setiap malam. Akan tetapi laki-laki ini mendadak ingin berubah ketika ia jatuh cinta kepada seorang wanita sholehah. Dia merasa malu ketika melihat gadis itu. Ya, laki-laki itu bernama Andre Bastian. Cowok ini masih tergolong muda. Umurnya baru menginjak 21 tahun. Cowok ini menjadi berandalan sejak kedua orangtuanya kecelakaan di luar kota. Sifatnya menjadi keras kepala, susah diatur, dan bertindak seenaknya sendiri. Andre anak tunggal dari kedua orangtuanya. Andre mendapatkan semua aset warisan dari orangtuanya. Tapi anak ini memang sudah berubah. Semua perusahaan Papanya dijual. Semua barang milik yang diwariskan olehnya habis untuk berjudi dan mabuk-mabukan.
Andre berjalan sambil terhuyung-huyung karena terlalu banyak minum. Ia berjalan ditengah jalan. Semua orang yang berlalu lalang di jalan terheran-heran melihatnya.
"Hei cantik? Sendirian aja nih? Boleh gue temenin nggak?" ucapnya sambil menyentuh dagu cewek yang duduk menunggu angkutan. Serentak cewek itu berdiri.
"Maaf, Mas. Saya buru-buru." kata gadis lalu berdiri meninggalkannya.
Andre menyahut lengannya tanpa ampun.
"Eh, mau kemana non, ikut gue yuk? Pasti enak." ajaknya sedikit merayu.
"Nggak! Saya nggak mau." teriak gadis itu sambil menepis pegangan tangan itu. Karena terlalu keras cengkeraman Andre ke tangannya. Gadis menggigit lengan Andre. Andre mengerang kesakitan. Sedangkan gadis berlari sekeras-kerasnya mencari bantuan.
"Dasar cewek sialan!" umpatnya sambil memegangi lengan yang membekas gigitan gadis itu.
KLONTANG!
Andre menendang kaleng tergeletak di jalan. Tubuhnya semakin kurus, obat-obatan yang ia minum itu sudah menyerang tubuhnya. Matanya cekung, mukanya pucat. Tak ada alasan untuk hidup.
Sesaat mata Andre menangkap sosok wanita yang begitu anggun, manis, sholehah. Mata Andre tak berkedip sekali pun. Bayangannya tertuju pada gadis di seberang sana.
"Wahai gadis yang mulia. Bolehkah aku mengenalmu?" ucapnya lirih sambil memandangnya.
Andre mengucek-ngucek matanya memastikan gadis masih ada. Dan ternyata gadis itu sudah menghilang. "Oh, tidaaaaakk!" gumamnya dalam hati.
"Siapa gadis itu? Cantik sekali, benar-benar sempurna. Pecfect."
Malam harinya.......
Andre membuka pintu rumah dengan kasar. Dilantai, meja, dan disofa semuanya berceceran sampah bekas berjudi kemaren. Bahkan botol-botol masih tergeletak meja. Andre membanting pantatnya disofa dengan kasar.
"Siapa dia, ya? Anak mana, namanya siapa?" katanya dalam hati.
Rumah Andre tampak tidak terawat. Semua pembantu dirumahnya tidak betah melihat tingkah lakunya yang seperti ini. Toh semua sudah bangkrut. Hanya rumah satu-satunya yang Andre miliki. Rumah itu nampak sunyi senyap. Kedua orangtuanya di alam baka pasti sedih melihat anak laki-laki satu-satu mereka berubah menjadi seperti ini.
Andre menggeletakkan jaketnya di kasur. Anak ini memang jorok. Semua pakaiannya jarang dicuci. Ya maklumlah, anaknya seperti itu.
Pagi ini Andre masih meringkuk di kasur tempat tidur. Ia membuka mata sebentar. Kepala terasa pusing, mungkin karena terlalu banyak minum, mulutnya berbau alkohol. Andre segera bangkit dan mulai pergi keluyuran entah kemana tidak jelas. Yang penting tidak pernah duduk dirumah. Hanya kalau malam tidur dan paginya pergi lagi. Kecuali, teman-teman segengnya main ke rumah dan bersenang-senang di main remi.
"Hah? Itu gadis yang gue liat kemaren." ucapnya sambil memelototi gadis itu takut kehilangan jejak yang kedua kalinya.
Andre berjalan menghampiri gadis itu yang sedang berbelanja di pasar.
"Hai," sapanya malu.
"Iya. Assalamualaikum?"
Andre tidak bisa menjawab sambutan salam dari gadis itu.
"Nama kamu siapa?" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Gadis itu menolak uluran tangannya.
"Maaf, bukan muhrim. Nama saya Aini."
"Oow, Aini."
"Ya udah saya harus buru-buru pulang. Nanti ibu saya nyariin. Assalamualaikum?"
Lagi-lagi Andre tidak bisa menjawabnya. Ya iyalah, artinya apa juga dia nggak tahu. Maklum anak berandalan kekurangan kasih sayang kedua orangtuanya.
Gadis itu berlalu meninggalkannya. Andre sempat mencuri pandangan kepada gadis itu. Lalu dengan mengendap-endap Andre mengikutinya dari belakang.
"Assalamualaikum Ibu," sapa gadis ketika berada didepan pintu.
Pintu segera dibuka dari dalam.
"Walaikum salam."
"Andre yang memerhatikan hanya garuk-garuk kepala karena bingung.
"As.....sa.....lam.... Mu....mu.....alai.....kum." ucapnya terbata meniru ucapan Aini.
"Apa maksud kata-kata aneh itu? Kenapa gadis sering menyebutnya? Aneh."
*
Pagi-pagi buta ini Aini dikejutkan dengan kedatangan Andre yang sudah nangkring di teras rumah. Aini membuka pintu terkejut melihat penampilan Andre yang awut-awutan.
"Assalamualaikum? Maaf anda siapa, ya?" tanyanya kebingungan.
Andre segera berbalik ke arah Aini. Mulut Aini menganga lebar.
"Astagfirullahal'adzim. Kamu? Ngapain ada di sini?"
"Kamu belum tahu nama gue, kan. Kemaren lo buru-buru pulang sih. Nama gue Andre."
"Astaga, Andre. Ada perlu apa kamu kemari?"
"Gue cuma mau bilang, kalo gue suka sama lo sejak pertama gue liat lo."
"Apa? Nggak mungkin. Bilanglah sayang dan cinta kepadaku hanya karena Allah. Kamu boleh bilang saat kau ingin merubah penampilanmu ini, baru aku akan percaya kata-katamu." ucapnya Aini bijak.
"Oke, aku akan ngebuktiin ke elo kalau gue bener-bener suka sama lo dan gue akan berubah demi mendapatkan cinta lo."
"Maaf, kita bukan muhrim. Silahkan kamu pergi dari sini. Assalamualaikum." potong Aini menutup pintunya.
Andre berbalik dan berjalan menjauh dari rumah itu.
*
Andre berusaha menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang ia lakukan setiap harinya. Bahkan ia sempat nolak ajakan oleh teman-temannya mengkonsumsi ganja, berjudi, minum-minuman, menjabret, ngegodain cewek-cewek di luar, bahkan semua tindikan-tindikan yang memenuhi wajah, hidung, lidah dan telinganya di lepas, tato-tato di badannya bersih dihapus, rambutnya dipangkas dengan rapi, dan cara berpakaiannya di rubah. Andre terlihat punya semangat hidup ketika ia direhap. Sekarang ia sering ikut pengajian di masjid, belajar mengaji bersama Pak ustad, dan menaati peraturan agama. Andre sudah terlihat cowok yang diinginkan Aini. Ia segera menghambur ke rumah gadis pujaan hatinya.
"Assalamualaikum, Aini?" sapanya ketika Aini membukakan pintu untuknya.
Aini melongo melihat. Dilihat dari atas ke bawah.
"Waalaikumsalam. Maaf anda siapa? Ada perlu apa datang kemari?" jawab Aini melihat tak berkedip. Subhanallah......" gumam Aini dalam hati.
"Hei, udah lupa sama aku ya? Aku Andre, sekarang aku datang memenuhi janjiku ke kamu."
"Andre? Cowok yang berandalan itu, menjadi setampan ini?"
"Iya. Aku Andre anak berandalan kemaren yang kenalan sama kamu."
"Astaga. Jadi kamu menempati janjimu ke aku? Alhamdulilah......"
"Gimana sekarang udah percaya kan, kalo aku sudah berubah 100% sesuai keinginanmu? Ingat masih ada satu lagi, aku sekarang bisa mengaji lo." ucap Andre sumringah.
"Benarkah? Subhanallah. Makasih kamu udah menuruti apa yang aku inginkan."
"Sekarang kamu percaya sama aku kan, kalo aku sangat cinta dan sayang kamu?"
Aini mesem-mesem ketika tangan Andre memegang kedua tangannya.
"Siapa Ni, kok nggak disuruh masuk?" seru Ibu Aini keluar pintu.
"Astagfirullahal'adzim. Apa yang kalian lakukan?" ucapnya panik.
"Maaf, Bu. Saya mencintai anak Ibu, dan saya bisa berubah menjadi seperti karna perintah anak Ibu."
"Benarkan itu, Aini?" tanya Ibu Aini sambil memandang penuh arti.
"Benar Ibu."
"Aini, maukah kamu jadi istriku?"
Aini menoleh kepada Ibunya seolah meminta dukungan.
Andre berlutut di bawah Ibu Aini. Aini menganga ketika melihatnya.
"Bu, Ibu merestui hubungan kami, kan?"
"Berdirilah, Nak. Kalau Ibu merestui, semua keputusan ada di tangan Aini."
Andre kembali memandang Aini penuh harap.
"Gimana? Kamu mau, kan?"
Aini mengangguk.
"Mau."
"Alhamdulilah......" Andre bersujud bersyukur atas nikmatnya dari Allah.
-END-
2. MY LAST LOVE – Agnes Davonar (3000 words/kata) {cerpen ideal}
Kisah Mengharukan cinta gadis lumpuh dan pria penderita HIV dan pria penderita HIV dan pria penderita HIV dan pria penderita HIV
” Masa lalu adalah pilihan yang kita lalui sedangkan masa depan adalah pilihan yang kita tentukan” agnes davonar
” Sebuah kisah cinta antara Angel seorang gadis lumpuh dan Martin seorang penderita AIDS, Bagaimana mereka menunjukkan pada dunia, Tidak ada yang berbeda dengan apa yang orang lihat, mereka hanyalah manusia yang berusaha untuk diakui sebagai bagian dari masyarakat”
Tentang Angel.
Seorang gadis berusia 23 tahun. Bekerja sebagai sekretaris sebuah perusahaan seluler. Ia memiliki seorang kekasih bernama Hendra. Angel begitu bergembira saat pulang dan memeluk ibunya.
“ Bu, Hendra akan melamarku malam ini dan kami akan bertemu di taman kota, tempat dimana pertama kali bertemu..” kata Angel pada ibunya.
“ Bagaimana kamu yakin nak?”
“ Tentu saja aku yakin, sebab kami sudah merencanakan itu, dan Hendra bilang malam ini iya akan melamarku..”
“ Kalau begitu lekaslah kamu pergi dan berganti pakaian terbaikmu..”
Angel bergembira malam yang ia tunggu selama mereka berpacaran lebih dari 3 tahun kini menjadi akhir dari kisah cinta mereka.
Tentang Martin.
Martin berumur 25 tahun. Pria playboy dan terlahir dari keluarga jutawan.Jam menunjukan pukul 7 malam. Tiba-tiba pintu kamarnya terdengar ketukan. Martin sedang tertidur, ia bangun dan membuka pintu dengan wajah kesel. Seorang aju dan ayahnya terlihat didepan pintu.
“ Kenapa sih? Ganggu orang tidur aja..!!!”
“ Maaf tuan, Ayah anda sudah menunggu di ruang tamu untuk makan malam keluarga.”
“ Bilang padanya, aku ada dibawah sebentar lagi..” Kata Martin tidak melawan.
Ajudan itu pergi, Martin merapikan mukanya yang kusut karena semalam ia baru saja pergi dugem dan pulang pukul 7pagi, setelah rapi ia pun langsung ke bawah menemui ayahnya di meja makan. Bersama ibu dan adiknya Sheila.Ia duduk begitu saja.
“ Begini cara kamu membesarkan anakmu? Pagi jadi malam, malam jadi pagi. “ kata ayah ketus.
“ Sudahlah pak, Martin ayo makan.”
Dengan setengah hati martin makan. Tapi baru mencicipi sedikit sarapan. Ia sudah menghilang dengan wajah kesel ayahnya. Martin pergi dengan mobil BMWnya menelusuri jalan yang sudah penuh dengan lampu warna warni. Kota ini akan merayakan natal dalam waktu beberapa hari lagi.Ia hanya berujar dalam hati.
“ Ayahku kaya, untuk apa berkerja. Tujuh turunan pun tidak akan pernah habis.”
Seorang gadis menelepon padanya. Tampaknya gadis itu adalah incarannya untuk malam ini, Mereka tampak asyik sibuk berbicara bersamaan, DIitengah jalan.
Kembali ke Angel.
Ibunya sudah berdiri di depan pintu. Angel menyalakan motor vespanya. Lengkap dengan pakaian terbaiknya.
“ Aku pergi dulu ya..”
“ Kenapa tidak kamu minta di jemput saja.” Tanya ibunya.
“ Tidak apa bu, Hendra langsung pulang kerja. Kan nanti kena macet. Lagi pula aku ingin pergi masing-masing saja. Jadi bertemu disana.”
“ Ya, sudah nak. Hati hati ya.”
Angel pun melaju motornya sambil membayangkan apa yang akan terjadi dalam hari terindahnya.
Kembali ke Martin.
Martin tampak tertawa, gadis itu membiuskan kata-kata indah di telinganya. Ia selalu ingat jika ia bisa memberikan apapun yang diinginkan oleh gadis yang menyukainya, ia rela memberikan uang , permata ataupun emas yang diingkan. Saat ia berjalan, ia tidak menyadari lampu merah diatasnya. sebuah vespa yang melaju di lampu hijau. Martin terkejut, mobilnya melaju. Menabrak vespa itu hingga terpental. 10 meter jauhnya. Yang ia ingat, seorang gadis terkujur kaku dijalan. Hatinya risau, apakah ia harus melihat korban itu. Atau melarikan diri, tapi ia tau. Bila ia mendekat, maka ia akan membuat masalah dengan dirinya sendiri diantara kerumunan orang yang mulai mendekati korban.
Ia pun memutuskan satu kenyataan— lari dari kejadian itu.
Tentang Hendra.
Ia menunggu tanpa adanya kejelasan ditaman. Hatinya cemas, ia mencoba menelepon Angel berulang-ulang tapi sama sekali tidak diangkat. Satu jam berlalu, hatinya mulai cemas. Ia berpikir, Angel menolak dirinya. Hingga ia menelepon terakhir kali dan mendapatkan suara asing, suara seorang pria yang mengatakan kalau gadis yang memiliki hendphone itu. Sedang dirawat dalam ruangan unit darurat. Ia langsung menuju rumah sakit, menyimpan cincin tunangan untuk Angel. Saat ia tiba, ibu Angel tampak berdiri dengan tangisan khawatir.
Kembali ke Martin.
Ia mulai sadar, banyak saksi yang melihatnya dengan nomor mobilnya. Ia ceritakan masalah ini kepada ayahnya. Ayah meminta ia bertanggung jawab, tapi ibunya menolak. Ia
sadar putranya bisa berada di penjara bila ia menyerahkan diri. Uang tidak berarti bagi putranya untuk lepas dari Penjara. Satu keputusan saat itu juga. Martin harus pergi keluar negeri. Melarikan diri dan membuat alibi dengan orang lain yang berada di mobil, dengan uang ayahnya bisa membayar orang lain untuk berpura-pura mengaku melakukan perbuatan yang tidak ia lakukan.
Natal terlewatkan dengan masalah diantara ketiganya. Hendra bersedih dengan keadaan kekasihnya. Angel tidak pernah tau keadaanya, Martin melarikan diri dengan rasa gundah dan bersalah.
2 bulan berlalu.
Angel masih berada di rumah sakit. Ia mulai sadar, tapi kakinya telah dinyatakan hilang. Ia harus mengalami kelumpuhan di kedua kakinya. Hendra menemani kekasihnya. Memberikan dukungan batin dan kekuatan yang tidak bisa Angel bayangkan untuk hidup. Angel pun berusaha menerima kenyataan kini ia cacat.
Martin berada di Australia menghabiskan waktunya dengan minum dan minum untuk melepas kegelisahan hatinya.
6 bulan berlalu.
Angel berdiri untuk pertama kalinya dari kursi roda. Hendra menopang kakinya untuk berjalan. Walaupun merasa berat di hatinya. Ia sadar ia tidak akan pernah menjadi normal.
Martin semakin gelisah, ia ingin pulang. Ibunya bilang padanya tunggulah hingga 6 bulan ke depan. Hanya satu yang ingin ia tanyakan
“ Ibu bagaimana keadaan korban yang aku tabrak?”
“ Dia tidak mati, ia masih hidup.”
“ Syukurlah, tapi aku tetap ingin tau.”
“ Kamu akan tau kelak bila kamu pulang, lebih baik kamu tetap disana hingga kasus ini ditutup.”
1 tahun berlalu.
Angel mulai bisa berjalan dengan menggerakan kursi roda lewat tangannya. Hendra mengajaknya untuk bertemu orang tuanya. Apa yang ia dapatkan saat ia sedang duduk di sofa ruang tamu. Tanpa sengaja ia mendengar apa yang ibu Hendra katakan.
“ Ibu tidak ingin punya menantu lumpuh dan cacat seperti itu.”
“ Ibu kenapa bilang begitu, bagaimanapun dia adalah Angel yang sama, sama seperti saat aku membawanya pertama kali.”
“ Berbeda. Ia gadis cacat.. bukan gadis cantik yang dulu kamu bawah.”
Keduanya bicara, dan Angel mendengar. Ketika mereka sadar. Angel telah mengatakan satu hal yang begitu berat untuknya.
“ Maafkan aku, mulai saat ini aku akan melepaskan Hendra untuk selamanya.”
Hendra berusaha untuk tetap bertahan, tapi akhirnya ia pun menerima keputusan Angel.
Martin telah kembali setelah ia mendapatkan kepastian kalau kasusnya telah kelar dengan orag lain yang bersedia mengantikan dirinya di penjara.
***
Angel mencoba untuk bekerja normal. Ia tidak akan ditolak di kantor lamanya, tapi dengan kaki yang pincang dan terkadang harus mengunakan kursi roda. Ia merasa seperti seorang yang tak berguna, hanya bisa merepotkan siapapun. Ketika ingin naik escalator ataupun menaikin tangga semuanya terasa berat. Setiap malam ia hanya bisa menangis, melihat keadaanya, ibunya menyadari keadaan putrinya, hatinya pun perih tapi hanya bisa berharap tuhan memberikan kekuatan untuk anak semata wayangnya setelah ayah Angel meningal.
Martin berhasil mendapatkan apa yang ia ingin tau, tentang korban yang selalu membayangin dirinya. Dan sumber informasinya mengatakan tentang gadis itu. Ia mendapatkan kantor Angel. Ia segera menuju kantor itu yang ternyata merupakan bagian dari perusahaan ayahnya. Saat itu ia melihat Angel tampak berusaha menaiki tangga. Hatinya tergerak untuk mendekat. Membantu mendorong kursi rodanya.
“ Terima kasih..” Kata Angel padanya.
Martin terdiam, hatinya begitu pilu melihat Angel begitu cantik tapi jadi cacat karenanya.
“ Tidak masalah.”
“ Kamu kerja dikantor ini lantai berapa?”
“ Lantai 3.”
“ Kamu?” Tanya Angel balik.
Martin bingung menjawab pertanyaan Angel, ia tidak pernah berkerja hingga akhirnya ia mengarang sebuah kisah.
“ Aku baru kerja disini, di lantai dua,”
“ Oh ya..:”
“ Andai saja aku di lantai satu, pasti aku ga perlu repotin orang hehehe. Jadi ga enak hati..” kata Angel.
Meraka tiba di eskalator. Sekali lagi Angel mencucapkan terima kasih pada pria itu.Martin pulang saayt itu pula dengan wajah bersedih. Ia ingin menangis melihat dosa yang ia lakukan pada Angel. Ia pulang kerumah ayahnya dan meminta perkerjaan di kantor itu. Ayahnya begitu heran dengan sikap putranya tapi menerima keputusan Martin. Ia langsung menjadi direktu dalam perusahaan itu. Dalam satu hari ia memutusan untuk memindahkan kantor dimana Angel bekerja dari lantai 3 ke 1. Setiap harinya ia selalu memandangin Angel saat ia bisa, ia tak pernah mengalami satu keadaan yang begtu sulit dalam hidupnya. Ia
memutuskan untuk mendekati Angel, mencoba untuk mengatakan satu kejujuran yang tak bisa ia ucapkan saat ini. Tentang hal yang membuat Angel menjadi seperti saat ini.
Dari hari ke hari, mereka semakin dekat. Martin membuat banyak kemudahan di kantor untuk Angel agar bisa mengunakan kursi rodanya secara bebas. Ia makan bersama Angel di kantin yang tidak pernah ia jamah sebelumnya. Mengenang sosok Angel yang berhati mulia, sosok yang rendah hati dan menerima kenyataan hidupnya sebagai gadis cacat.Suatu hari karena bosan, Martin mengajak Angel untuk makan di luar.
“ Makan denganku di luar? Tidak salah kamu kan direktur disini?”
“ Emangnya direktur tidak boleh makan bersama kamu.”
“ Bukan begitu, aku hanya takut merepotkan direktur bila jalan bersamaku. Kota ini tidak ramah dengan kursi roda, aku tidak ingin merepotkan direktur bila jalan bersamaku hingga harus mendorong kursi ini.”
“ Tenang saja, ayo katakan apa yang ingin kamu makan, ini perintah dari Direktur jangan pernah menolak!!”
“ Baiklah. Aku ingin makan Sushi Tei, sungguh aku sudah lama tidak pernah makan disana.”
“ Kalau begitu ayo kita makan.”
Mendengar Angel ingin makan sushi tei, Martin langsung meminta ajudan ayahnya untuk membooking semua kursi yang ada di restorant itu hanya untuk mereka. Ketika Angel tiba di sushi tei, ia terkejut melihat restorant itu hanya ada mereka berdua. Ia hanya mendengar kata terakhir Martin.
“ Makanlah semua yang kamu inginkan..”
Mereka pun makan dengan lahap. Martin begitu menikmati keadaanya bersama Angel, hingga mereka menyadari kalau natal akan datang dalam beberapa minggu lagi.
“ Kalau natal nanti, apa yang kamu inginkan Angel.”
“ Aku kalau natal selalu meminta banyak hal, tapi sayangnya tidak pernah terjadi tuh. “
“ Kalau begitu katakan lah, aku ingin tau..”
“ Sungguh kamu ingin tau?”
“ Tentu saja aku ingin tau.. ayolah sebutkan.”
“ Aku ingin bisa berjalan lagi..”
Hendra tertegun, hatinya miris dan wajahnya menunduk.Tadinya ia berpikir ingin memberikah hadiah kepada Angel, apapun yang Angel inginkan. Kini mendengar permintaan sulit itu, ia bersedih.
“ Adakah hal lain yang bisa kamu katakan selain itu,?”
“ Tidak ada, aku tidak ingin meminta soalnya. Kamu tahu tahun lalu ketika aku sudah meminta eh tiba-tiba malah ga pernah terjadi..”
“ Kalau boleh tau, kamu tahun lalu minta apa?”
Angel tertunduk, ia sadar natal tahun lalu begitu kelabu, ia meminta Hendra meminangnya dan semua benar-benar gagal.
“ Aku tidak bisa katakan, itu sudah menjadi masa lalu, kalau kamu? Katakan dong apa yang kamu mau?”
Martin mendekat kepada Angel, matanya tampak serius.
“ Aku tidak ingin apa-apa selain hanya bisa melihatmu tersenyum. Itu cukup buatku.”
Angel pun tertawa. Mereka melewatkan makan siang itu begitu gembiranya. Setelah makan siang, Angel turun ke loby. Saat itu Martin hendak menggendong tubuh Angel mobil. Tanpa sengaja Angel melihat Hendra sedang bersama wanita lain melewati mereka. Angel terdiam melihat mantan kekasihnya, Begitu pun Hendra. Hanya Martin dan kekasih Hendra yang tak mengerti apa yang membuat keduanya saling bertatapan.
Hendra pun berjalan dan masuk ke mobil. Angel melihat Hendra pergi darinya. Ketika ia di mobil, ia menangis. Martin begitu bingung. Dan bertanya apa yang terjadi. Angel pun mengatakan satu hal tentang natal tahun lalu dan harapannya.
“ Aku ingin menikah, tapi kekasihku tidak bisa karena aku sudah menjadi cacat..”
Martin hanya terdiam, hatinya semakin tak berdaya.
****
Natal telah tiba, Martin mulai mengerti satu alasannya untuk menjadi seorang pria pada utuhnya. Ia memberikan hadiah kepada Angel, sebuah hadiah yang mungkin terlalu berharga untuk Angel. Sebuah kalung berlian di leher Angel. Martin menyadari satu hal, ia mulai mencintai Angel. Ada yang harus ia katakan di acara makan malam natal bersama mereka. Di atas meja makan dengan lilin merah menyala, Martin menyatakan cinta kepada Angel.
“ Apakah kamu yakin ingin menjadi kekasih dari seorang gadis cacat sepertiku?
“ Aku berjanji dalam hatiku dan atas nama Tuhan kalau, aku bersungguh-sungguh ingin menjadi bagian dalam hidupmu Angel, apapun yang terjadi dengan keadaanmu, kamu adalah gadis yang kuinginkan dalam hidupku, sekarang dan selamanya.”
Kalimat itu membuat Angel begitu bahagia, walaupun ia ragu pada awalnya. Pada akhirnya Martin benar-benar membuktikan satu hal kepada Angel. Ia benar-benar mencintai gadis itu.Mereka pun berpacaran secara resmi. Keluarga Martin yang tidak pernah melihat Martin demikian berubahnya dalam hidup menyambut kegembiraan putranya begitu bahagia.Suatu ketika dimalam hari, Angel merasakan kuasa Tuhan, tiba-tiba jari kakinya mampu bergerak. Ia mulai menyadari satu hal, kalau ia mulai bisa merasakan kakinya kembali setela lama lumpuh tanpa bergerak.
Martin tidak pernah mengerti. Mengapa tubuhnya semakin lama semakin lemas. Hingga akhirnya ia jatuh sakit. Ia terdampar di rumah sakit. Angel datang dan membuat keluarga martin begitu terkejut.
“ Siapa dia ?” Tanya ibu Martin pada Martin yang terbaring ketika Angel bersamanya.
“ Ini kekasihku bu..”
Keluarga Martin terdiam. Ia tidak pernah meyangka kalau anaknya punya pacar yang cacat. Semua bisa menebak kalau tentu saja keluarga martin tidak pernah bisa menerima hubungan mereka. Tapi Martin tidak peduli. Saat itu, setelah kelua dari rumah sakit. Ia benar-benar mendapatka hadiah terburuk dalam hidupnya. Martin positif HIV. Sebuah kenyataan yang begitu pahit dalam hidupnya, ntah gadis mana yang ia tidurin dan menularkan penyakit itu padanya.
Ia paham hidupnya seperti kiamat. Tapi dalam kesempatan itu, ia terus berjuang untuk hidup. Angel mengatakan pada Martin kalau kakinya mulai bisa bergerak. Martin melihat itu sebagai keajaiban, ia pun pergi memeriksa keadaan kaki Angel dan dokter mengatakan kemungkian sembuh normal adalah 20 persen. Berita yang indah untuk Angel, tapi sayangnya dokter mengatan harus segera dilakukan operasi untuk membuat kakinya menjadi normal karena ada beberapa bagian urat pada kaki angel yang harus di ganti.
Martin memutuskan untuk membawa Angel ke rumah sakit terbaik di dunia. Angel menolak pada awalnya tapi inilah yang terjadi di malam sebelum itu semua terjadi.
“ Angel, aku selalu ingat keinginan kamu di hari natal. Kamu ingin berjalan. Tuhan telah mendengarkan impianmu itu, sekaranglah jalanmu. Kamu harus ikut aku pergi. Lakukan ini untuk kebahagiaanmu, jangan pikirkan biayanya karena aku bisa membantu.”
“ Tapi kamu terlalu baik untukku, aku tidak ingin berhutang budi.”
“ Kamu tau, aku punya keinginan permintaan natal juga. Kamu ingin tau?” jelas Martin.
“ OK katakan.”
“ Aku ingin kelak meihat kamu berjalan dan aku bisa bahagia bersamamu setelah itu dan..?”
“ Dan apa?”
“ Akan kukatakan kalau kamu sudah mau ikut aku ke untuk menyembuhkan kakimu,”
“ Baiklah..”
Mereka pun berangkat. 3 bulan sebelum natal. Operasi berjala dengan baik, tapi keadaan martin yang terlalu lelah membuatnya semakin buruk.Tapi lelahnya itu dibayar dengan semangat angel yang ingin sembuh dan berjala di saat natal. Semua terjadi, semua yang dilakukan dokter berhasil. Angel pun sembuh, ia mulai bisa berjalan dengan perlahan. Martin yang setia menjaganya selalu ada disampingnya.;
Hingga natal pun tiba. Angel berdua dengan martin. Di sebuah tempat yang indah., wajah martn begitu pucat. Martin pun meneruskan apa yang hendak ia katakan kepada Angel sesaat sebelum Angel di operasi.
“ aku sudah maafkan kamu sejak kita bertemu..?” kata Angel yang membuat Martin bingung.
“ Kamu maafkan untuk apa?”
“ Kamu tidak perlu katakana apapun, aku sudah memaafkan dan mencintai kamu dengan setulus hatiku.”
“ Angel, bagaimana kamu bisa tau?”
“ Aku tidak akan pernah lupa kejadian itu, sesaat sebelum kejadian itu aku melihatmu. Walau samar-samar aku bisa tau itu kamu.”
“ Aku benar-benar menyesal Angel, maafkan aku..”
“ Lupakan semuanya Martin. Aku selalu menerima keadaan ini sebagai takdir.”
“ Angel ada satu hal lagi yang ingin kamu tau..”
“ Katakan Martin?”
“ Aku positif HIV..”
Angel terdiam. Dan ia mengatakan satu hal untuk martin.
“ Ketika kamu melihatku sebagai gadis cacat, kamu tidak pernah merasa malu ataupun merasa takut bila aku merepotkan kamu. Aku begitu tersentuh, setiap manusia memiliki sisi yang tak bisa ia hindarkan tentang ketakutan akan petaka. Tapi kamu berbeda Martin, kamu menyadarkan aku untuk kuat, oleh karena itu, walaupun kamu menderita HIV, kini saatnya aku melakukab hal yang sama!”
“ Kenapa kamu mau? Kamu tidak takut padaku.”
“ Karena inilah takdir kita, apapun yang terjadi dengan keadaanmu. Kamu adalah bagian dalam hidupku yang akan selalu ada. Aku akan selalu ada disampingmu..”
Martin dan Angel menikah beberapa bulan kemudian. Setahun kemudian Angel sudah bisa berjalan tanpa tongkat, dua tahun kemudian. Mereka melahirkan anak dengan ajaibnya normal tanpa penyakit apapun. Tiga tahun kemudian di natal 2009., Martin meninggal karena penyakitnya.
Seperti kata Angel
“ Bagaimanapun keadaan kita dan siapapun yang memiliki keadaan sulit, janganlah merasa kamu akan sulit karenanya. Karena kita tidak bisa memilih apapun dalam hidup kita, selain bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan di masa lalu. Tapi percayalah masa depan akan indah bila kita beusaha untuk menerima keadaan kita.”
Kupersembahkan kisah ini untuk semua penderita AIDS di dunia, percayalah kalian adalah makluk tuhan yang paling bahagia dengan keadaan apapun.
Untuk sahabatku yang telah pergi dengan keadaan sama, aku merindukanmu
.--Agnes davonar—
3. CERPEN PANJANG (13.962 Kata)
LADY GREY
Copyright © 2014 by miiyamii
The Crown—Inggris, 13 September 1814.
Pukul : 04.21 pm.
“Sir Jasper D. Grey?”
“Itulah dia. Si laki-laki gila yang belakangan ini ramai dibicarakan,” kata Mrs. Lutherl. Wanita paruh baya cerewet yang selama ini dikenal sebagai tukang gossip di The Crown. Dia nyengir melihat dua teman—wanita seumurannya, melongo memelototi objek yang sedang mereka bicarakan.
Seorang pemuda tampan melompat keluar dari sebuah mobil Rolls-Royce berwarna merah. Pemuda itu memakai pakaian yang cukup rapi ; kemeja putih, celana flannel abu-abu, jaket tebal berwarna cream, serta topi dan sepatu mengkilap yang serasi dengan warna jaketnya. Semua yang ia kenakan terlihat necis dan mahal.
Seorang pemuda berambut pirang keemasan dengan lekuk—garis wajah tegas melangkah buru-buru memasuki Toko bahan kimia. Anak muda dengan rupa dan penampilan sempurna seperti itu jarang sekali dijumpai di kawasan pertokoan The Crown.
“Dia menakjubkan.”
“Memang!” Mrs. Lutherl menimpali perkataan temannya, seorang perempuan berbadan gemuk. Dia tampak puas pada dirinya sendiri karena memiliki beberapa informasi tentang orang yang akan menjadi sasaran gossip mereka hari ini. “Sir Jasper Danovan Grey. Dia tampan, muda, seorang ilmuan, dan kaya-raya. Dia mewarisi uang yang sangat banyak dari kakeknya yang seorang bangsawan Amerika.”
“Wow.” Gumaman kagum keluar dari mulut teman Mrs. Lutherl yang bertubuh ramping—yang dandanannya sangat mencolok. “Dunia benar-benar tidak adil. Anak muda itu terlalu sempurna.” Tampaknya si ramping masih belum bisa mengalihkan perhatiannya dari wajah tampan Sir Jasper. Melalui dinding kaca transparan toko bahan kimia, dia bisa melihat anak muda itu berdebat sengit dengan lelaki tua pemilik toko. “Maksudku, lihatlah dia, dia tampan, cerdas, dan memiliki banyak uang. Dia beruntung. Jarang ada laki-laki yang memiliki segalanya seperti dia.”
Mrs. Lutherl mengangguk. “Kau benar. Dia beruntung. Dia memiliki segalanya, wajah ganteng, otak cerdas, dan kekayaan. Tapi … aku tidak akan mengatakan kalau dia sempurna. Bagiku dia hanya hampir sempurna. Kegilaan menggegerkan yang dibuatnya beberapa hari yang lalu mengurangi nilai plusnya di mataku,” kata Mrs Lutherl dengan ekspresi datar.
“Kegilaan menggegerkan? Jadi rumor itu benar?” Tanya si gemuk, raut wajahnya berubah serius, seperti seorang anak sekolah yang menunggu penjelasan dari gurunya mengenai materi pelajaran yang sulit.
“Tentu saja benar! Banyak saksi yang melihat Sir Jasper dan pelayannya, Toby Bryce, membongkar makam Lady Cornelia Grey, istri Sir Jasper yang meninggal karena penyakit sinusitis tiga tahun yang lalu. Kemudian mereka membawa peti mati yang berisi mayat Lady Grey itu pulang ke Nasse House.” Kedua teman Mrs. Lutherl bergidik mendengar cerita wanita itu.
“Aku juga sudah dengar soal desas-desus kegilaan Sir Jasper, tapi aku tidak mengira kalau makam Lady Grey benar-benar dibongkar.” Si ramping merenung sedih.
“Sepertinya Sir Jasper benar-benar menyayangi istrinya. Tapi apa yang akan dia lakukan dengan mayat itu? Kalau untuk diawetkan tidak mungkin. Lady Grey sudah meninggal dan dikubur selama tiga tahun, jasadnya pasti sudah membusuk dan tubuhnya tak utuh lagi,” ujar si gemuk.
Mrs. Lutherl terdiam selama beberapa menit. Lalu ia berkata ; “Sir Jasper adalah seorang ilmuan yang cerdas. Setelah kematian istri yang dicintainya, selama tiga tahun Sir Jasper mengurung diri di Laboratorium. Dia bekerja keras. Sir Jasper memiliki ambisi untuk menciptakan penemuan mutakhir—sebuah mesin dan formula yang bisa menghidupkan kembali mahluk yang sudah mati.” Tarikan napas keras terdengar jelas dari kedua teman Mrs. Lutherl. “Dan … katanya dia sudah berhasil menciptakan alat yang seperti itu.”
Pemuda yang sejak tadi mereka bicarakan keluar dari toko bahan kimia dengan membawa sebuah bungkusan di tangan. Dan ketika mobil milik anak muda itu melaju, Mrs. Lutherl bergumam, “Mungkin rapat di Balai kota sudah dimulai.” Dia melihat pada jam tangannya.
“Rapat apa?” Tanya si Ramping.
“Rapat yang akan membahas apa yang akan dilakukan oleh penduduk The Crown terhadap penyimpangan Sir Jasper. Kata George …” Mrs. Lutherl mendapatkan informasi tentang rapat di balai kota itu dari suaminya yang bekerja sebagai asisten untuk Walikota. “…mereka akan berusaha berbicara dengan Sir Jasper, membujuknya agar menguburkan kembali mayat sang istri dengan layak.”
***
“Kita harus cepat!”
Toby Bryce yang berdiri di depan pintu Nasse House—rumah besar indah milik keluarga Grey, tertegun melihat tuannya yang melompat keluar dari dalam mobil. Sir Jasper tampak panik.
“Apa yang terjadi Sir?” Tanya Toby bingung sembari mengikuti Sir Jasper menuju ke sebuah bangunan tinggi berbentuk menara dengan hiasan kincir angin besar yang ada di belakang Nasse House. Awalnya menara itu merupakan gudang tempat penyimpanan hasil panen, namun sejak Sir Jasper menempati Nasse House, gudang itu dirombak dan berubah fungsi menjadi laboratorium.
“Kita harus segera melakukan percobaan alat itu pada mayat Cornelia,” kata Sir Jasper sembari buru-buru membuka pintu laboratoriumnya. Setelah dia dan Toby masuk pintu laboratoriumpun segera ditutup dan dipalang menggunakan sebuah kayu besar.
Toby Bryce mengerutkan kening melihat majikannya yang ketakutan.
“Tapi Sir, kita masih belum tahu apakah alat itu berfungsi dengan baik atau tidak. Kita bahkan belum melakukan percobaan pertama untuk menguji keberhasilan alat dan formula ciptaan anda,” kata Toby heran. “Bukankah kita akan menggunakan mayat binatang, seperti katak atau kelinci yang sudah mati dulu, sebelum mencobanya pada jasad Lady Grey?”
“Kita sudah tidak punya waktu lagi,” jawab Sir Jasper. Dia sibuk berlari ke sana-kemari untuk menyalakan semua lampu yang ada di laboratorium sehingga ruangan besar yang awalnya remang itu berubah menjadi terang. Dan kemudian dia menghidupkan semua mesin yang rumit miliknya. “Pak tua Gable, pemilik Toko bahan kimia memberitahuku bahwa sudah menyebar. Orang-orang sialan itu ingin ikut campur dengan urusanku. Mereka berusaha menghalangi Corneliaku untuk hidup kembali.”
Toby terdiam mendengar penjelasan tuannya. Lelaki gagah berambut gelap dan berusia empat puluh tahunan itu tahu, bahwa cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Penduduk The Crown pasti mendatangi mereka untuk memaksa Sir Jasper menguburkan kembali mayat Lady Grey. Biar bagaimanapun majikannya itu sudah melakukan sebuah penyimpangan, membongkar makam dan mengambil kembali mayat istrinya untuk dihidupkan.
Toby tahu, dalam semua ajaran agama di dunia ini, orang yang sudah mati memang seharusnya mati dan tidak akan bisa dihidupkan lagi. Dia sudah berkali-kali mengatakan hal itu pada Sir Jasper, namun si majikan tidak mau mendengar. Cintanya yang kelewat besar terhadap sang istri telah membuatnya gelap mata. Toby berani bertaruh, seandainya Sir Jasper tahu bagaimana caranya memanggil iblis, dia pasti sudah menjual jiwanya pada iblis agar Lady Grey bisa hidup lagi.
Beberapa orang kenalannya sempat membujuk Toby agar berhenti bekerja sebagai pelayan keluarga Grey, mereka kasihan padanya karena harus menemani orang seperti Sir Jasper. Tiga tahun setelah kematian Cornelia, hampir semua penduduk The Crown menganggap Sir Jasper tidak waras.
Betapapun ide untuk meninggalkan majikannya itu sangat menggoda, tapi Toby tidak bisa melakukannya. Ia menyayangi Sir Jasper seperti anak kandungnya sendiri. Toby William Bryce, sudah bekerja sebagai pelayan keluarga Grey lama, sejak Sir Jasper masih kanak-kanak—saat kedua orang tua lelaki muda itu masih hidup.
“Cornelia. Cornelia Sayangku.” Suara lirih Sir Jasper yang berlutut di samping peti mati istrinya membuat Toby tersadar dari lamunan.
“Sabarlah Sayang, sebentar lagi kita akan bertemu.”
Toby melangkah maju untuk berdiri di samping Sir Jasper. Peti mati itu terbuka dan dia hanya bisa menghela napas keras saat melihat tuannya membelai tengkorak—tulang-belulang yang dipakaikan gaun pengantin cantik berwarna putih. Jasad Lady Cornelia Grey sudah tak utuh lagi, yang tersisa hanyalah tengkorak dan tulang-belulang.
Sudah tiga tahun dia mati, jadi tidak ada harapan lagi untuk melihat daging dan kulit yang tersisa dari tubuhnya, pikir Toby Bryce.
“Toby,” panggil Sir Jasper.
“Ya Sir.”
“Bantu aku memasukan dan menyusun tengkorak Cornelia ke dalam tabung …” Toby melirik ke arah tabung yang dimaksud majikannya, sebuah tabung kaca besar setinggi enam kaki yang terhubung pada semua mesin listrik dan peralatan rumit yang sama sekali tidak dimengerti oleh Toby. “Setelah tengkorak dan tulang Cornelia tersusun rapi di dalam tabung, kita bisa mengisi tabung itu dengan formula cairan kimia temuanku, setelah itu aku akan menghidupkan semua mesinnya. Oh. Aku harap ini berhasil.”
“Saya juga berharap demikian Sir.”
“Ayo kita mulai bekerja.”
***
Kantor Balai kota The Crown, pukul 07. 21 PM.
Hampir semua penduduk The Crown berkumpul di depan gedung Balai Kota, sebagian besar diantaranya adalah laki-laki. Mereka membawa banyak obor, senjata laras panjang, dan juga kapak. Orang-orang itu berniat untuk menyerbu Nasse House, karena tidak ada itikad baik dari Sir Jasper untuk menjelaskan penyimpangannya.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus pergi ke Nasse House dan memaksa laki-laki gila itu untuk menguburkan kembali jasad istrinya dengan layak!” seorang laki-laki bertubuh pendek dan gendut tampak begitu bersemangat mengobarkan kemarahan penduduk. Dia membawa sebuah obor.
“Iya, kita harus melakukan itu!” timpal laki-laki lainnya yang lebih muda. Yang satu ini membawa senapan laras panjang. “Saat ini makam istrinya yang dia bongkar dan mayatnya dijadikan kelinci percobaan. Besok atau lusa siapa yang tahu dia akan membongkar makam dan mengambil mayat lain untuk dijadikan bahan percobaan, dan mungkin saja mayat yang akan ia ambil berikutnya adalah mayat orang tua, keluarga, atau sanak saudara kita yang sudah meninggal. Oleh karna itu kita harus menghentikan Sir Jasper.” Pemuda pirang urakan bernama Mick itu memprovokasi yang disambut sorakan setuju oleh penduduk The Crown.
“Ya. Dan orang yang sudah mati memang seharusnya mati,” timpal Mr. Carter Meek, seorang lelaki berusia enam puluh tahunan yang berprofesi sebagai penjaga makam. “Jika orang mati dipaksa hidup lagi, maka sesungguhnya yang bangkit itu bukanlah si pemilik jasad, melainkan … iblis.”
***
Toby Bryce percaya bahwa Jasper Danovan Grey adalah pemuda yang cerdas. Selama puluhan tahun menjadi pelayan keluarga Grey, dia sudah banyak melihat bukti kecerdasan Jasper. Namun kali ini Toby dibuat tertegun oleh salah satu bukti kejeniusan majikan mudanya itu.
Tengkorak dan tulang belulang Lady Cornelia—yang dimasukan ke dalam tabung dan direndam menggunakan formula cairan kimia selama tiga jam—telah berubah menjadi Lady Cornelia Grey yang sebenarnya, dengan kulit, daging, dan rambut keemasannya yang telah bertumbuh. Sosok yang tadinya hanya berupa tulang-belulang yang dipakaikan gaun pengantin itu, kini telah tampak seperti Lady Cornelia yang sesungguhnya, seperti saat sebelum ia mati.
“Oh!” Sir Jasper tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya. “Prosesnya sudah 80% tinggal beberapa menit lagi maka Cornelia akan bangun,” katanya tampak bersemangat.
“Ini benar-benar menakjubkan. Anda hebat Sir,” puji Toby takjub.
Dan ketika proses untuk menghidupkan kembali Lady Grey telah sampai pada 94% suara teriakan marah dari luar Nasse House mengejutkan Toby dan Sir Jasper.
“Apa yang terjadi?” Tanya Sir Jasper pada dirinya sendiri sembari berjalan ke arah jendela untuk mengintip. Dan ekspresinya langsung berubah datar saat mengetahui apa yang terjadi.
Toby ikut mengintip bersama tuannya. “Ya ampun!” mata hitamnya membelalak ngeri ketika melihat kerumunan membawa obor dan senjata yang berdiri di luar Nasse House. “B-bagaimana ini Sir?” Tanya Toby berusaha menyembunyikan ketakutannya.
“Pergi dari sini.” Jawaban dari Sir Jasper mengejutkan Toby. “Keluarlah lewat pintu belakang,” tambah Sir Jasper kalem seolah tidak sedang terjadi apa-apa, seakan ia tidak sedang memperhatikan kerumunan orang marah yang siap untuk membunuhnya.
“T-tapi Sir … saya tidak bisa meninggalkan anda. S-saya …”
“Aku juga tidak bisa membuatmu terbunuh karena apa yang sudah kulakukan. Pergilah.”
“Sir?” Mata Toby berkaca-kaca menatap majikannya. Dia takut, tapi dia benar-benar tidak bisa meninggalkan Jasper dalam keadaan seperti ini.
“Pergi Toby. Jangan membuatku mengucapkan perintah yang sama untuk ketiga kalinya,” kata Sir Jasper dingin.
"T-tapi Sir ..."
"JANGAN MEMBANTAHKU LAGI TOBY! PERGI!"
Toby tersentak mendengar bentakan kasar Sir Jasper. Dengan enggan dia berbalik menuju ke pintu belakang untuk pergi dari tempat itu.
***
Setelah Toby pergi, Sir Jasper menatap putus asa pada jasad istrinya yang mulai pulih di dalam tabung. Sebenarnya dia sedih karena harus mengusir Toby yang sudah bersamanya sejak dia masih kanak-kanak, namun dia tidak punya pilihan, nyawa Toby akan berada dalam bahaya kalau lelaki itu masih bersama Jasper di Laboratoriumnya.
"Sayangku ..." Dia melangkah pelan menuju tabung. "Sepertinya takdir tidak mengijinkan kita untuk bersatu di dunia ini ..." Sir Jasper terdiam. Dia memandang wajah cantik istrinya yang telah pulih sempurna di dalam tabung transparan itu. "Kalau kau tidak bisa kembali padaku di dunia ini, mungkin aku yang akan menemuimu ... Di dunia sana."
"KELUAR KAU GREY!"
"DASAR ILMUAN GILA PEMUJA SETAN! KEMBALIKAN JASAD ISTRIMU!"
"GREY KELUAR,"
"BAKAR DAN BUNUH DIA!"
Suara-suara marah penduduk kota kini terdengar dari luar Laboratoriumnya, tapi Sir Jasper tidak peduli, dia hanya berdiri diam memandangi tubuh Lady Cornelia.
Prosesnya telah mencapai 96 %, suara teriakan marah itu kini disertai oleh suara hantaman dan gedoran pada pintu kayu besar menara laboratorium.
Proses sudah menuju ke 98 % ketika suara amukan-hantaman-gedoran terdengar semakin brutal.
Dan saat proses telah mencapai 99 %, pintu laboratorium Sir Jasper berhasil dijebol massa—penduduk The Crown, yang melihat Sir Jasper tampak tenang melakukan percobaan menggunakan mayat istrinya, menjadi marah, mereka mengamuk, menyerang dan mengeroyok laki-laki malang itu tanpa ampun.
Sir Jasper tidak berusaha melawan. Suara pekikan dan lenguhan pelan keluar dari mulut Sir Jasper saat menerima pukulan dan tendangan bertubi-tubi yang di daratkan ke seluruh bagian tubuhnya.
Sir Jasper merasakan sakit di semua bagian tubuhnya, tapi dia tidak peduli. Firasatnya mengatakan bahwa dengan menerima semua rasa sakit ini ia bisa bertemu kembali dengan Cornelianya.
'Buk! Crush!'
"Akh!"
Sir Jasper menjerit pelan ketika salah satu dari para pengeroyok memukul dan menghantam kepalanya menggunakan kapak. Darah segar keluar dari kepalanya. Dia mati rasa.
Dengan pandangan berkabut, dan diantara rasa sakit yang dia terima dari para pengeroyoknya, dia menatap sendu ke arah tabung yang berisi mayat sang istri.
'Aku rasa aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi.'
Layar kecil pada mesin—alat ciptaan Sir Jasper yang terhubung pada tabung transparan tempat menyimpan jasad Lady Cornelia—menunjukan angka 100.
Seseorang menodongkan pistol tepat di jantung Sir Jasper.
'Dor!'
Tepat di saat peluru pistol itu menembus jantung Sir Jasper, menghentikan detaknya. Sepasang mata hijau yang sejak tadi terpejam tiba-tiba terbuka.
Deg. Deg. Deg.
'Jasper?'
Deg. Deg. Deg.
'Jasper?'
Deg. Deg. Deg.
"Jasper!"
Mr. Carter Meek, yang sejak tadi berada di barisan belakang pengeroyok tertegun saat mendengar suara merdu seorang perempuan di tengah kekacauan yang terjadi. Bulu kuduknya meremang dan dengan enggan ia berbalik untuk melihat ke arah tabung yang ada di belakangnya.
Dan ...
"YA TUHAN!" dia memekik ngeri.
Lady Cornelia Grey yang seharusnya sudah meninggal tiga tahun yang lalu kini terlihat hidup di dalam tabung transparan. Ia meronta marah, tampak berusaha untuk keluar dari dalam tabung tersebut.
"Apa-apaan itu?!"
"Dia hidup lagi! Ya ampun, apa dia sudah berubah menjadi iblis?"
Semua penduduk The Crown yang menyerang kediaman keluarga Grey dan membunuh Sir Jasper terkejut menyaksikan kejadian yang diluar nalar manusia uitu. Mereka takut sekaligus ngeri.
Lady Cornelia meraung marah di dalam tabung. Ia meneriakan nama suaminya. Mata hijaunya mendadak berubah menjadi merah, gigi dan kukunya meruncing dan memanjang.
Beberapa orang yang ketakutan mencoba membunuh Lady Cornelia dengan cara menembaknya, tapi itu tidak berhasil. Mereka hanya membuat tabungnya pecah, sehingga Lady Cornelia yang telah berubah menjadi monster bebas. Dan dalam hitungan detik kengerian dari suara jeritan kematian melanda tempat itu.
Dia menghabisi semua orang yang membunuh cintanya.
***
New York-Amerika, 14 Maret 2014.
Charless Grant Logan terpilih menjadi Mentri pertahanan Amerika yang baru, dia lelaki lima puluh tahunan yang penuh ambisi dan vitalitas. Dia memiliki segudang visi dan misi dalam mengembangkan sistem pertahanan militer Amerika, termasuk secara rahasia menciptakan senjata pemusnah massal terbaru. Charless mengumpulkan semua ilmuan terkemuka di Amerika untuk membuat visinya menciptakan senjata pemusnah massal terlaksana.
Charless sudah memiliki semuanya. Formula yang dibutuhkan, ilmuan yang hebat, alat-alat canggih, dan juga beberapa orang pilihan yang akan menjadi kelinci percobaan. Hanya saja ... dia masih membutuhkan satu hal kecil.
"Kita masih kekurangan biaya, Pak. Anggaran dari pemerintah tidak cukup untuk membeli sisa alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melengkapi semuanya." Wanita pirang efisien berseragam militer, Lucia Paramore memberitahu atasannya, Charless Logan, mengenai kesulitan yang mereka hadapi. "Saya sudah mencoba untuk membuat Proposal untuk diajukan pada Mentri Keuangan Negara, mengenai penambahan dana bagi Proyek 'Tentara Masa Depan' kita, namun Beliau menolak. Beliau mengatakan bahwa sejak awal Beliau memang tidak menyetujui proyek ini karena termasuk pemborosan uang Negara."
Charless menggeram mendengar laporan asistennya. Sambil duduk bersandar angkuh pada kursi kerjanya, otak cerdas yang ia miliki mulai berputar mencari beberapa opsi untuk mendapatkan dana agar bisa melanjutkan proyek Tentara masa depan—penghancur massalnya. Ia ingin menciptakan manusia super, menjadikan tentara Amerika manusia paling kuat di dunia sehingga negara-negara lain takut.
Tapi masalah keuangan menjadi kendala utama dalam proyek ini. Ia membeli banyak alat-mesin terbaik yang ada di dunia, dan bahan-bahan untuk membuat formula manusia super juga bukan bahan yang mudah untuk didapat, selain itu ia juga bekerja sama dengan tiga puluh ilmuan terbaik di dunia yang beberapa diantaranya berasal dari Asia, Eropa, dan Afrika. Uang yang sangat banyak, yang berasal dari anggaran pemerintah, beberapa sponsor, dan juga kantong pribadi telah menipis untuk membiayai semua itu. Dan proyek Tentara masa depannya terancam gagal jika dia masih tidak bisa mendapatkan dana tambahan yang besar. Harry Davis, pria tua sok suci yang menjabat sebagai Mentri Keuangan Negara itu telah menolak memberi dana tambahan untuk proyeknya. Charless marah. Ia memang butuh uang itu, tapi ia tidak mau mengemis untuk memintanya lagi pada Harry Davis. Charless adalah tipe orang yang tidak mau melihat lagi wajah orang yang sudah menolak membantunya.
Sialan! Harry Davis menjijikan! Pikirnya.
Selama beberapa menit ia terdiam, mencoba memikirkan cara untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Dan ... Sekelebatan ingatan masa lalu melintas di kepalanya.
Proyek pembuatan pesawat tempur canggih oleh salah satu komandannya, saat ia masih menjadi seorang kadet muda di militer. Proyek itu dibiayai oleh seorang Bangsawan—milyuner keturunan Inggris-Amerika yang memiliki kekayaan yang bahkan bisa dipakai untuk membeli sebuah benua. Menurut desas-desus yang beredar saat itu, Si Milyuner memang senang berinfestasi pada hal-hal yang berbau penemuan canggih. Millyuner itu perempuan, dia seorang Lady. Cornelia Eustass Grey. Tapi hal itu sudah. Terjadi lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, Charless ragu bahwa Lady Cornelia Eustass Grey masih hidup dan sehat untuk menerima proposalnya. Namun ... Nama Lady Grey yang beberapa bulan belakangan dikatakan sebagai penyumbang dana terbesar untuk bantuan kemanusiaan di beberapa negara konflik membuatnya ingin meminta wanita—yang mungkin sudah—tua itu agar membantunya.
"Pak?" Lucia mengerutkan kening, bingung melihat sebuah seringai mengembang di bibir atasannya.
"Haruskah aku ...?"
"Maksud Bapak?" Tanya Lucia tak mengerti.
Charless Logan mendongak menatap Lucia tepat di mata, ekspresinya berubah girang. "Cari informasi sebanyak mungkin tentang Lady Cornelia Eustass Grey lalu serahkan padaku. Ah. Dan juga cari tahu dimana Lady Grey berada sekarang.”
Melihat ekspresi bingung asistennya, Charless kemudian berbaik hati menjelaskan, “Dia orang yang akan membantu kita mendanai proyek, kalau kita berhasil membujuknya menjadi sponsor.”
Lucia mengangguk paham. “Saya mengerti Sir.”
“Baiklah segera laksanakan tugasmu.”
“Baik, Sir.” Dan tanpa perlu diperintah dua kali wanita pirang efisien itu segera meninggalkan ruang kerja sang atasan untuk melaksanakan pekerjaannya.
***
“Mereka sudah puluhan kali menelpon dan menanyakan dimana anda berada Ma’am.” Dengan sopan si pelayan memberitahu majikannya mengenai beberapa telepon di rumah itu yang terus berdering sejak tiga jam yang lalu.
Si pelayan adalah seorang laki-laki bertubuh tegap, berusia empat puluh tahunan yang memiliki bekas luka mengerikan seperti serangan binatang buas pada sisi kiri wajahnya. Dalam balutan seragam pelayan kunonya, laki-laki itu tampak tenang dan professional. Dia berdiri di belakang Sang Nyonya yang sedang duduk santai, menikmati udara sore, di kursi panjang antik di halaman belakang.
Karena tidak ada tanggapan dari sang majikan si pelayan pun melanjutkan, “Saya sudah mengatakan pada mereka bahwa anda sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Tapi mereka tetap memaksa ingin berbicara dengan anda.”
“Siapa?” si Nyonya bertanya dengan nada dingin yang anggun.
“Charless Grant Logan, orang yang terpilih menjadi Mentri Pertahanan dalam system pemerintahan Amerika yang baru.”
“Apa yang dia inginkan dariku Toby?”
Toby mendesah mengingat beberapa potong pembicaraan antara dirinya dan asisten Logan melalui telepon beberapa waktu lalu. “Dia ingin anda menjadi sponsor, membantunya mendanai proyek yang sedang dia jalankan.”
“Proyek yang berhubungan dengan senjata canggih pemusnah massal? Benarkah itu Toby?” tebak Lady Cornelia Eustass Grey sambil menoleh ke arah pelayannya.
Toby mengangguk pelan. "Mereka berencana menciptakan manusia super, sekelompok tentara kuat yang dijadikan senjata untuk menakuti dunia."
Lady Cornelia Grey mendengus. "Manusia. Hhh. Apa mereka tidak bisa berhenti menciptakan sesuatu yang akan menghancurkan kaum mereka sendiri?"
"Jadi ... Anda menolak membantunya?" Tanya Toby.
"Telpon dia sekarang, dan katakan padanya aku tidak tertarik," jawab Lady Cornelia. "Pastikan dia tidak berusaha menghubungi atau mencariku lagi."
"Baik Ma'am."
"Dan Toby!" Panggil Lady Cornelia lagi ketika Toby hendak undur diri dari tempat itu.
"Kosongkan semua jadwal untuk minggu depan. Besok kita akan meninggalkan Yordania dan kembali ke London."
Toby mengerutkan kening, tak mengerti dengan perubahan jadwal dadakan Sang Nyonya. Kalau tidak salah tiga hari yang lalu wanita itu mengatakan bahwa dia ingin tetap berada. Di Yordania selama sebulan, setelah itu mereka akan pergi ke Palestina untuk memberi beberapa bantuan moril dan materil kepada warga sipil korban konflik perang.
"Aku ingin berada di Nasse House--The Crown, sebelum tanggal 23 Maret."
"Dua puluh tiga maret, Ma'am?"
Lady Cornelia melemparkan sebuah senyuman muram pada Toby.
"Dua puluh tiga maret adalah hari ulang tahun pernikahanku dengan ... Jasper," ucap Lady Cornelia sendu.
"Ah." Toby mengangguk paham, ekspresinya berubah sedih mengingat kejadian seratus tahun yang lalu, malam tragedi terbunuhnya Sang Tuan, pembantaian seluruh penduduk kota oleh Lady Cornelia, dan juga malam perubahannya sebagai manusia immortal.
"Aku ingin berada di sana sebelum tanggal dua puluh tiga, agar aku bisa merayakan hari ulang tahun pernikahanku dan Jasper yang keseratus tiga," tambah Lady Cornelia.
Toby mengangguk, dia lalu berpamitan masuk ke dalam kastil untuk melanjutkan pekerjaannya.
***
"Apa?!" Pekikan marah kembali keluar dari mulut Charless Logan saat mendapat laporan dari sang asisten bahwa Lady Cornelia tidak tertarik untuk menjadi sponsor proyek mereka.
"Maaf Pak. Lady Cornelia tidak tertarik menanamkan modal pada proyek kita," jawab Lucia muram sambil menunduk dalam-dalam. Dia agak ciut menghadapi kemarahan atasannya. Mantan Jendral itu benar-benar terlihat mengerikan sekarang.
"Apa-apaan wanita tua itu?" Geram Charless sembari menangkup wajahnya, lalu menjalankan tangannya ke kepala, meremas rambutnya frustrasi.
"Mr. Bryce, orang kepercayaan Lady Cornelia mengatakan bahwa Beliau sekarang sedang berada di salah satu rumahnya di Yordania, dan kedepannya beliau memiliki jadwal yang sangat padat, seperti menjalankan misi kemanusiaan, membantu masyarakat korban perang, jadi Lady Cornelia tidak memiliki waktu untuk melihat prospek menguntungkan pada proyek kita," jelas Lucia sedikit takut menghadapi reaksi lanjutan kemarahan Charless.
Charless mendengus, dengan sebelah tangannya dia memberi isyarat pada Lucia untuk keluar dari ruangannya.
Sekarang Charless sangat bingung, proyek tentara masa depannya akan benar-benar gagal.
Charless ingin mengabaikan dan menghina Lady Cornelia Grey seperti yang dia lakukan pada Harry Davis, tapi Charless pikir dia tidak akan bisa mengabaikan wanita Inggris itu. Dia sangat membutuhkan uang si wanita Grey untuk menyelamatkan proyeknya.
Menurut laporan yang diterimanya dari Lucia Paramore, Lady Cornelia memiliki kekayaan, uang milyaran dollar, yang berada di beberapa bank di Amerika, Inggris, Swiss, dan Rusia. Belum lagi insvestasinya pada berbagaimacam bidang usaha, seperti pertanian, peternakan, industri makanan instan, persenjataan, pakaian, dan masih banyak lagi. Menurut berberapa sumber sipil terpercaya, kekayaan Lady Cornelia Grey itu berasal dari warisan turun temurun. Sembilan puluh tahun yang lalu Ibu dari Cornelia yang merupakan janda dari seorang ilmuan cerdas Inggris yang terkenal pada masanya, membeli sebuah tanah yang luas yang disebut The Crown, konon katanya tanah itu adalah sebuah kota kecil yang ditinggalkan oleh sebagian warganya karena pernah terjadi pembantaian di sana. Ibu dari Lady Cornelia kemudian mempekerjakan beberapa orang untuk mengelola tanah yang luas di The Crown. Seperti menjadikan sebagian tanahnya sebagai ladang pertanian gandum dan padi, dan sebagian tanahnya lagi dijadikan tempat peternakan kuda. Setelah usaha pertanian dan perternakannya sukses, Ibu dari Lady Cornelia kemudian merambahkan sayapnya keusaha bisnis yang lain.
Wanita Grey adalah wanita dengan insting bisnis yang hebat, itulah yang ada dipikiran Charless Logan saat dia membaca profil Lady Cornelia Eustass Grey, usaha dan segala kesuksesannya. Namun ada yang janggal ... Dari semua data yang ada, Charless tidak menemukan satupun foto dari Ibu Lady Cornelia Grey, dan nama Ayahnya pun tidak ada. Dokumen rahasia dari pemerintah Inggris mengatakan bahwa Ayah dari Lady Cornelia, adalah seorang ilmuan yang terkenal pada masanya, namun mereka tidak menuliskan namanya. Selain itu, semua foto tentang Lady Cornelia yang beredar di publik, adalah foto Lady Cornelia saat masih cantik dan berusia dua puluh tahunan, tidak ada fotonya yang baru. Dan ... Wanita ini tidak memiliki data tanggal kelahiran? Apa-apaan? Dan ... Apa tidak ada laki-laki dalam keluarga Grey?
Hah. Memikirkan semua tentang keluarga Grey membuatku pusing. Keluh Charless dalam hati. Dengan segera dia menyambar telepon yang terhubung ke ruangan, dia meminta Lucia memanggil dua orang kepercayaannya untuk menghadap. Profesor Edna Balley, wanita empat puluh tahunan yang merupakan ketua tim proyek para ilmuan, dan Kapten Danovan Logan, putra tunggal Charless, yang merupakan pengawas jalannya proyek dan juga salah satu yang akan menjadi kelinci percobaan dalam proyek tentara masa depan.
***
"Well. Papa, jadi kau gagal membujuk wanita kaya raya untuk menjadi sponsor kita?" Lelaki muda tampan berambut keemasan itu nyengir pada Ayahnya, setelah Charless menjelaskan pada dia dan Edna tentang masalah mereka.
"Oh. Diamlah Danovan," keluh Charless frustrasi.
Danovan terkekeh. Walau dalam balutan seragam militer, pemuda itu tampak begitu mempesona dan nakal dengan binar ceria di matanya, dan seringai jahil di bibirnya.
"Jadi anda ingin kami berdua terbang ke Yordania, membujuk Lady Cornelia Grey agar mau menjadi sponsor untuk proyek kita?" Tanya Profesor Edna Balley, seperti biasa, dengan ekspresi datar yang serius.
"Ya. Dan aku tidak mau tahu. Pokoknya kalian harus mendapatkan dia sebagai sponsor kita," tegas Charless.
"Kenapa Papa? Ini tidak seperti dirimu yang biasanya. Wanita itu sudah menolak untuk membantu proyek, kenapa kau masih ngotot mengejarnya Pap?"
"Dia tambang emas. Dengan mendapatkan Lady Cornelia Grey sebagai sponsor, kita tidak perlu takut kekurangan dana untuk proyek kita. Dia memiliki dollar yang bahkan lebih banyak jadi semua jumlah uang yang ada di seluruh Bank di Amerika," jelas Charless Logan.
"Wow. Wanita tua kaya heh? Aku penasaran apakah wanita itu seorang Cougar*?" Danovan terkekeh ketika dia mendapatkan pelototan kesal dari Ayahnya dan Profesor Balley.
"Baiklah Pak. Kami akan menemui Lady Cornelia Grey, berusaha untuk membujuk dan mendapatkan beliau menjadi sponsor," ucap Profesor Balley.
Charless tersenyum puas. Telpon di atas meja kerjanya berdering. Dari Lucia Paramore, asistennya.
"Sir. Beberapa orang kita di Yordania mengabarkan bahwa Lady Cornelia Grey dan Mister Toby Bryce, meninggalkaan Yordania dengan pesawat jet pribadi. Mereka pergi menuju London. Dan kemungkinannya mereka akan tinggal di The Crown."
Charless mengangguk sebagai respon atas laporan Lucia. "Terimakasih Ms. Paramore," ucapnya sembari menutup telponnya. Dengan sedikit binar harapan yang ada di matanya, Charless mendongak menatap dua orang kepercayaannya. "Perubahan rencana. Kalian tidak akan ke Yordania, kalian akan terbang ke London daan langsung pergi ke Nasse House, The Crown."
***
"Wow. Apa ini serius? Wanita itu tidak memiliki semua ini kan?" Danovan tidak bisa menyembunyikan kekagumannya--dia memang tipe orang yang tidak bisa menyembunyikan perasaannya--saat mobil Audi SUV merah yang dia dan Edna tumpangi memasuki kawasan The Crown. Dia berdecak kagum melihat luasnya lahan dan berbagai macam bangunan yang ada di The Crown.
"Aku harap kau tidak akan bertingkah seperti itu di hadapan seorang Lady, Kapten," sindir Edna tidak terlalu suka pada kelakuan Danovan yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Ayahnya. Dia duduk anggun di kursi penumpang limousin, di samping Kapten muda itu.
Setelah mereka tiba di Bandara London, Lucia, asisten Charless, langsung menelpon pihak Lady Cornelia Grey untuk menjadwalkan pertemuan. Hal itu mereka lakukan agar Lady Cornelia tidak menolak untuk bertemu dengan Edna dan Danovan, wanita bangsawan seperti dia tentunya memiliki sedikit kesopanan dengan tidak mengusir tamu yang datang dari jauh untuk bertemu dengannya. Dan beruntung, Lady Cornelia Grey, dengan baik hati menyediakan sopir dan mobil tumpangan agar Edna Balley dan Danovan Logan bisa langsung ke The Crown.
"Nama Anda Peter Dawson kan?" Daripada berbicara dengan Kapten Danovan yang tidak pernah bisa serius, Edna lebih memilih berbicara dengan Sopir Lady Cornelia Grey yang sedang fokus menyetir. Dari nametag-nya Edna membaca kalau nama sopir itu adalah Peter Dawson.
"Iya Ma'am," jawab Peter sopan.
"Sudah berapa lama anda bekerja dengan Lady Cornelia Grey?" Tanyanya, Edna mencoba menggali informasi lebih dalam mengenai Lady Cornelia Eustass Grey, agar dia bisa mencari titik lemah wanita itu, dan mudah membujuknya untuk bergabung dalam proyek mereka.
"Dua puluh lima tahun Ma'am," jawab Peter berhati-hati, dia memiliki firasat tak enak, sebagian pikirannya mengatakan bahwa dia harus berhati-hati dalam berbicara.
"Hmmm. Sudah cukup lama rupanya." Edna Balley mengangguk puas. "Kalau boleh tahu Lady Cornelia itu seperti apa? Apa dia termasuk tipe wanita tua Inggris yang kaku dan kolot?"
Peter mengerutkan kening. "Yah. Kalau dia bisa disebut sebagai seorang wanita tua," dia berkata dengan suara yang sangat pelan, nyaris menyerupai bisikan, namun baik Edna maupun Danovan bisa mendengarnya, keduanya saling berpandangan bingung. "Lady Cornelia Grey memang tipe wanita Inggris yang kaku, tapi dia tidak kolot. Dia mengikuti semua perkembangan Jaman."
Mengikuti semua perkembangan jaman? Apa maksudnya?
Mereka semua kemudian terdiam. Mobil Audi itu berhenti disebuah rumah, bangunan kuno besar yang lebih mirip kastil dalam dongeng, yang memiliki halaman yang sangat luas.
Sambil turun dari mobil, Kapten Danovan Logan bersiul kagum diantara giginya. "Jadi ini tempat tinggal Lady Kaya Raya? Wow. Pantas Papa ngotot ingin mendapatkan dia sebagai sponsor."
Pintu besar dengan ukiran indah itu terbuka. Dan seorang laki-laki berpakaian pelayan, dengan luka mengerikan seperti serangan binatang buas pada sisi kiri wajahnya, keluar menghampiri Profesor Edna Balley dan Kapten Danovan Logan.
Selama sepersekian nano detik laki-laki itu terpaku menatap Danovan, setelah itu dia menoleh ke arah Peter yang masih duduk di balik kemudi mobil.
"Terimakasih Pete, kau boleh pergi," katanya dengan datar dan dingin.
Peter mengangguk, kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Nasse House.
Toby memandang kedua tamunya skeptis. Ekspresinya datar dan tak dapat ditebak.
"Sir. Ma'am. Selamat datang di Nasse House. Saya Toby Bryce, pelayan pribadi Lady Cornelia Eustass Grey." Dia membungkuk sopan. "Silakan masuk," dia kemudian mengarahkan tamunya masuk ke dalam Nasse House.
Ruang tamu Nasse House yang menjorok kedalam, dihiasi oleh sofa polos berwarna merah darah dan kursi antik yang terlihat amat nyaman untuk diduduki, berhadapan langsung dengan ruang keluarga. Pintu bergaya Perancis yang berada di sebelah utara ruang tamu mengarah ke beberapa teras yang cukup luas, yang menjorok kearah padang rumput besar.
Toby Bryce mempersilakan kedua tamunya untuk duduk di ruang tamu. "Silakan menunggu di sini, Sir, Ma'am. Sepuluh menit lagi Lady Cornelia akan menemui anda berdua," kata Toby kemudian berpamitan pergi.
***
"Kau lihat tadi Toby ... Dia ..."
"Dia memang mirip Sir Jasper, Ma'am. Tapi saya bisa memastikan kalau dia bukan Sir Jasper."
Sebelum membiarkan Lady Cornelia bertemu dengan tamunya, Toby terlebih dulu menemui Sang Nyonya di kamarnya untuk meyakinkan bahwa yang mereka lihat itu adalah orang lain--Seorang Perwira muda Amerika yang memiliki wajah yang serupa dengan Sir Jasper--Bukan Sir Jasper.
"Iya Toby, Iya! Aku tahu dia bukan Jasper. Jasperku sudah meninggal seratus tahun yang lalu," kata Lady Cornelia kalut, dia berjalan mondar-mandir dengan kecepatan yang mengagumkan di depan Toby. "Dia hanya seseorang yang mirip Jasper. Bahkan kita masih menyimpan jasad (tengkorak dan tulang-belulang) Jasper di Laboratorium. Tapi ... Kenapa dia bisa semirip itu dengannya?" Lady Cornelia berhenti. Dia menatap Toby putus asa.
"Entahlah Ma'am."
"Wajahnya ... Matanya ... Bibirnya ... Rambutnya. Dan bahkan senyumannya! Dia benar-benar mirip Jasperku!" Kenang Lady Cornelia. Tadi saat sedang berlari di hutan di sekitar jalan raya The Crown, Cornelia tidak sengaja melihat mobil Audi salah satu bawahannya yang membawa dua orang tamu ke Nasse House. Cornelia ingin mengabaikan mereka dan melanjutkan acara larinya, tapi tepat di saat itu Kapten Danovan Logan menurunkan kaca jendela mobil Audi bagian belakang. Cornelia tertegun melihat laki-laki muda itu.
Kapten Danovan Charless Logan, sangat mirip dengan mendiang suaminya, Sir Jasper Danovan Grey.
"Apa yang harus kulakukan Toby? Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Aku sangat mencintai suamiku, Jasper, dan aku sangat merindukannya. Aku tahu anak muda itu bukan Jasper, tapi bagaimana mungkin aku tidak menganggapnya sebagai Jasper kalau rupa mereka sama?" Dia berbicara dengan ekspresi penuh penderitaan.
"Saya tidak tahu Ma'am. Tapi saya harap anda bisa bersikap dan berbicara sewajarnya di hadapan tamu kita ini," kata Toby perihatin.
"Akan kuusahakan. Akan kuusahakan."
***
"Aku yakin nenek tua itu adalah tipe orang yang suka membuat orang lain menunggu." Kapten Danovan Logan menggerutu tak jelas, dia duduk gelisah di sofa di samping Profesor Edna Balley.
Profesor Edna mendengus. "Tenanglah Kapten. Aku yakin di dunia kemiliteran kau sudah diperkenalkan dengan materi yang bernama kesabaran," dia menyipitkan mata pada Kapten Danovan. Profesor Edna yang dari tadi duduk anggun dan tenang, mempersiapkan diri untuk bernegosiasi dengan Lady Cornelia Grey, merasa terganggu dengan kecemasan Kapten Danovan.
Bagaimana orang seperti dia bisa masuk militer.
"Dalam militer, aku memang sudah dilatih dengan materi kesabaran Profesor, tapi itu biasa digunakan untuk menghadapi musuh dalam medan tempur. Bukan untuk menunggu Nenek-nenek sombong, yang belum jelas mau membantu kita atau tidak."
"Maafkan aku kalau Nenek-nenek sombong ini sudah membuatmu menunggu begitu lama, Mister." Sebuah suara merdu yang datang dari arah tangga, membut dua kepala itu tersentak dan menoleh.
Mata biru cerah Kapten Danovan Logan melebar tak percaya ketika melihat si penegurnya, seorang perempuan yang memakai rok pinsil hitam dan blouse berwarna merah menyala dengan belahan dada rendah. Rambut cokelat gelapnya di sanggul menyamping, dengan menyisakan helaian rambut tipis pada sisi lain dari sanggulnya.
Perempuan itu sangat rupawan. Dia memiliki kecantikan yang klasik. Mereka seperti melihatnya, seolah keluar dari sebuah film bisu yang kuno.
"Dia Lady Grey?" Bisik Profesor Edna pada dirinya sendiri, seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Mereka semua pikir Lady Grey adalah seorang perempuan paruh baya yang tegas dan keras kepala. Tapi perempuan yang sedang menuruni tangga ini ... Hell yeah, aku berani bertaruh kalau dia baru dua puluh tahunan.
"Dia tidak seperti nenek-nenek," komentar Kapten Danovan. Mata birunya terkunci pada tatapan mata hijau kelam perempuan itu.
Profesor Edna dan Kapten Danovan sama-sama berdiri untuk menyambut Lady Cornelia Grey.
"Anda Lady Cornelia Grey?" Tanya Profesor Edna ragu ketika Cornelia berhenti tepat di depan mereka.
"Cornelia Eustass Grey," koreksinya. Suaranya dingin dan tajam. Tatapannya masih terpaku pada Kapten Danovan. "Itulah aku."
"Well. Anda sudah tahu tentang maksud kedatangan kami kesini kan, Madam?" Profesor Edna mengerutkan kening melihat Lady Cornelia mengabaikannya dan malah saling tatap-menatap dengan Kapten Danovan.
"Tentu." Akhirnya dia menoleh ke arah Edna. "Silakan duduk," katanya sembari berjalan ke arah kursi antik yang letaknya beberapa kaki di depan sofa yang diduduki Edna dan Danovan, dia lalu duduk disana.
"Saya Profesor Edna Erlie Balley, ketua tim ilmuan untuk Proyek pengembangan tentara masa depan," Profesor Edna memperkenalkan diri dengan cara seseorang yang Profesional. "Sedangkan dia ... Kapten Danovan Charless Logan, Pengawas proyek kami sekaligus orang pertama yang akan mencoba alat ciptaan kami."
Sebelah alis Lady Cornelia terangkat tinggi. Dia menatap Danovan dengan ekspesi heran. Sementara Danovan hanya menanggapinya dengan kedipan jahil dan cengiran nakal.
"Kau serius ingin menjadi seekor kelinci percobaan?" Tanyanya tak percaya.
"Kelinci percobaan?" Danovan mengerutkan kening.
Cornelia memberinya sebuah senyuman muram. "Kau setuju untuk menjadi orang pertama yang mencoba alat itu. Bukankah itu namanya kelinci percobaan?"
Danovan mendengus. "Itu proyek Ayahku. Tentu saja aku mau membantu dengan senang hati. Menjadi kelinci percobaan? Itu tidak masalah."
Lady Cornelia mendesah.
"Mrs. Grey." Profesor Edna berdehem, mencoba menarik kembali perhatian Lady Cornelia. Dia mulai kesal karena merasa diabaikan. "Bisakah saya menjelaskan prospek masa depan proyek kami, dan keuntungan apa yang akan anda dapatkan jika bersedia menjadi sponsor dari proyek tentara masa depan ini.
Lady Cornelia menoleh ke arah Profesor Edna. Dia menatapnya dengan ekspresi bosan.
"Tidak perlu repot-repot Profesor, aku yakin asisten Mentri Pertahanan, Charless Logan sudah menjelaskan hal itu panjang-lebar pada Toby," ucapnya datar.
Profesor Edna mati-matian menahan diri unruk tidak menggertakan giginya pada Lady Cornelia. Dia merasa tidak dihargai karena Sang Lady lebih memperhatikan Danovan daripada dia.
Lady Cornelia kembali menoleh ke arah Kapten Danovan. "Dua minggu lagi aku akan pergi ke Amerika untuk mengurus sesuatu. Mungkin aku bisa mengunjungi tempat proyek kalian sebelum memutuskan apa yang harus kulakukan."
"Baiklah. Sepakat," kata Profesor Edna dengan nada ketus.
"Sepakat," gumam Lady Cornelia sembari bangun dari duduknya.
"Kalau begitu aku harap kita bisa bertemu dia minggu lagi." Profesor Edna tidak sabar ingin mengakhiri pembicaraan karena tidak nyaman dengan kelakuan Lady Cornelia yang lebih memperhatikan Danovan daripada dia.
Lady Cornelia mengangguk, dia berjabat tangan singkat dengan Profesor Edna, sebelum berjabat tangan dengan waktu yang lumayan lama dengan Kapten Danovan. Mereka saling berpandangan dengan cara yang sangat intim sebelum Profesor Edna menegur mereka dengan sebuah deheman keras.
"Sampai jumpa," kata Danovan sambil tersenyum lebar.
"Yeah. Sampai jumpa," balas Cornelia.
"Kami harus segera pergi ke Hotel," potong Profesor Edna, berharap adegan Opera sabun di depannya tidak berlanjut.
"Baiklah Peter akan mengantarkan kalian berdua ke hotel tujuan," katanya. "Toby!" Entah darimana pelayan dengan luka mengerikan di wajah itu muncul, menjawab panggilan merdu Lady Cornelia.
"Ya. Ma'am," sahut Toby menunduk sopan.
"Panggil Peter kemari, dan suruh dia mengantar tamu kita ke tempat tujuan mereka."
"Baik Ma'am."
Lady Cornelia berbalik dan kembali menaiki tangga, sementara Toby mengantarkan tamunya keluar dari Nasse House.
"Dia terlalu sempurna," gumam Kapten Danovan sambil menatap punggung kecil Lady Cornelia. "Aku harap dia bukan keturunan vampire seperti di film-film," lanjutnya mengangkat bahu, kemudian mengikuti Toby dan Profesor Edna keluar dari Nasse House.
"Aku pikir dia menyukaimu," bisik Professor Edna pada Kapten Danovan ketika mereka berada di luar dan menunggu jemputan.
Danovan terkekeh. "Apasih yang tidak bisa disukai wanita dariku," jawabnya sambil bercanda.
Edna memutar mata.
***
"Anda akan menyetujuinya bukan?" Melalui jendela besar di ruang kerja Lady Cornelia yang ada di lantai dua, mereka memandangi kepergian dua tamu Amerika mereka, dengan menggunakan sebuah mobil Audi SUV berwarna merah.
"Iya," Jawab Lady Cornelia singkat. Matanya terus memandang keluar jendela.
"Apa karena perwira muda itu?"
"Danovan? Ya. Karena dia." Lady Cornelia mengerutkan kening tak suka dengan kelakuan Toby yang mulai ikut campur dengan urusannya.
Toby mendesah. "Ma'am. Harus berapa kali saya katakan Kapten Danovan bukan Sir Jasper. Dia ..."
"Aku tahu Toby. Aku tahu." Lady Cornelia bersandar pada meja kerjanya yang menghadap ke arah jendela kaca besar. "Dia bukan Jasper. Dia hanya anak muda yang mirip Jasper, dan dia seumuran dengan Jasper sebelum dia meninggal. Tapi bagaimana mungkin aku bisa mengabaikannya jika aku melihat Jasper dalam dirinya?"
Toby terdiam.
"Sudahlah Toby." Lady Cornelia menoleh pada pelayannya, dia tersenyum muram. "Aku tidak pernah suka jika kau mencampuri urusanku seperti ini. Lakukan saja apa yang kuperintahkan, dan ... Tolong cari tahu semua data riwayat hidup Kapten Danovan Charless Logan, orang yang dekat dengannya, pacar?" Dia mengernyit ketika menyebutkan kata pacar. "Dan semua hal kesukaannya."
Toby mengerang putus asa mendengar perintah sang Nyonya.
"Ma'am. Saya minta maaf jika anda tidak menyukai ini. Tapi satu hal yang ingin saya sampaikan, 'Ini tidak benar', dia manusia Ma'am bukan ..." Toby tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, hatinya dihantam oleh perasaan bersalah saat melihat ekspresi terluka dan penuh penderitaan Lady Cornelia. Sial! Seharusnya aku tidak mengungkitnya.
"Bukan monster seperti kita?" Lady Cornelia melanjutkan perkataan Toby. "Well, kalau begitu maafkan aku karena sudah merubahmu menjadi monster sepertiku. Kalau aku bisa memutar waktu, aku tidak akan membiarkan diriku berpikiran jernih ketika aku menyerangmu dulu, seharusnya aku membunuhmu sebelum racun itu menyebar dan mengubahmu menjadi sepertiku," kata Lady Cornelia sebelum melesat keluar ruangan.
Toby tertunduk. Ingatan mengerikan pada malam saat Sir Jasper menyuruhnya pergi kembali berkelebat. Dia sudah jauh berlari saat itu, namun suara jeritan ngeri yang berasal dari laboratorium Nasse House membuatnya berhenti. Dan dia kembali untuk melihat apa yang terjadi. Lady Cornelia yang dia pikir telah meninggal terlihat membantai semua penduduk kota, dan Sir Jasper tewas terbunuh dengan luka memar dan luka bacok disekejur tubuhnya. Monster Lady Cornelia yang saat itu dibakar amarah karena kematian suaminya, langsung menyerang Toby tanpa berpikir panjang. Saat Toby berteriak kesakitan, dia baru menyadari bahwa yang dia serang adalah pelayan setia keluarga mereka, dan dia kemudian menolongnya hingga mereka berdua menjadi manusia imortal. Well, mungkin monster atau mayat hidup lebih tepat.
***
Washington, Pusat Penelitian Organisasi Ilmuan Amerika.
28 Maret 2013.
"Apa kalian yakin dia akan datang hari ini?" Tanya Charless Logan was-was sembari mengamati ruang steril besar yang menjadi tempat diciptakannya alat pembuat Tentara super masa depan.
Banyak ilmuan mengenakan jas putih yang tampak sibuk dengan segala macam peralatan rumit mereka.
"Tentu saja. Dia sendiri yang berkata begitu," jawab Danovan singkat sembari sesekali melemparkan kedipan mata nakal pada beberapa ilmuan cantik yang berpapasan dengannya.
"Lady Cornelia Grey berkata bahwa dia ingin melihat dulu pekerjaan kita disini sebelum memutuskan untuk menjadi sponsor atau tidak," jelas Profesor Edna Balley, tampak profesional dengan seragam ilmuannya--kemeja putih, celana denim hitam, jas putih panjang, dan kacamata transparannya. "Tapi aku yakin dia akan menjawab iya. Putramu melakukan pekerjaan yang hebat waktu itu," sindirnya sambil melirik sinis ke arah Danovan.
Kapten Danovan tersenyum malu. Kalau bisa ditambahkan, dia sedikit tersipu.
Charless Logan menoleh ke arah putranya, dia menganga terkejut. "Jangan bilang kalau kau merayu wanita tua?" Tebaknya ngeri.
Kapten Danovan terkekeh. "Dia tidak tua Dad. Dia wanita yang luar biasa cantiknya. Aku menebak umurnya baru dua puluh tahunan. Mungkin delapan atau sembilan tahun dibawahku."
Charless Logan mengerutkan kening. "Tidak mungkin. Dalam catatan dokumen yang aku baca, Lady Cornelia berusia diatas enam puluh atau tujuh puluh tahunan." Dia tampak bingung.
"Mungkin Lady Cornelia yang itu neneknya," kata Kapten Danovan tak ambil pusing.
"Mereka memiliki nama yang sama." Profesor Edna mengingatkan.
Kapten Danovan mendesah. "Kadang beberapa Ibu, ingin anak perempuan memiliki nama yang sama dengan ibu mereka."
Profesor Edna mengangkat bahu. Dia lebih memilih melanjutkan pekerjaannya daripada memusingkan hal tak penting tentang Lady Cornelia Grey yang menyebalkan itu.
Telpon Charless berdering. Itu dari Lucia yang mengabarkan bahwa dia mendapat laporan dari penjaga gerbang yang mengatakan bahwa Lady Cornelia Eustass Grey dan pengawalnya yang bernama Toby Bryce, telah tiba. Mereka dalam perjalanan menuju ruang penelitian.
"Mereka sudah tiba," Charless Logan memberitahu putranya.
Dan jantung Danovan pun berdetak seribu kali lebih kencang saat mengetahui bahwa perempuan yang selama dua minggu ini diimpikannya, telah ada disini.
***
Semua ilmuan dan bahkan mantan Jendral Charless Logan tertegun melihat penampilan Lady Cornelia Grey yang begitu muda dan modis. Mereka pikir akan melihat wanita tua bertampang cemberut dan berpenampilan tidak menarik yang suka mengkritik di sana-sini. Namun kenyataannya mereka malah mendapati seorang wanita muda berpenampilan menarik yang tampak cerdas.
Kapten Danovan merasa jantungnya tidak bisa diajak berkompromi lagi ketika melihat Lady Cornelia. Dia pikir wanita itu bisa membawa pergi seluruh napasnya. Berbeda dengan penampilannya dua minggu lalu, hari ini Lady Cornelia terlihat santai dan casual, dia mengenakan celana jins ketat berwarna biru, kemeja putih pas badan yang dipadu jaket kulit berwarna cokelat, dan sepatu boot berwarna hitam. Rambutnya yang waktu itu disanggul, kini dikuncir tinggi. Sementara pelayan peribadinya, Toby Bryce ...
Apa dia tidak punya pakaian lain, selain itu, pikir Kapten Danovan ketika melihat Toby memakai pakaian yang sama seperti dua minggu lalu.
"Selamat datang di pusat penelitian kami Lady Grey." Charless Logan berkata bangga sambil menyalami Lady Cornelia Grey. "Saya Charless Logan, Mentri pertahanan Amerika yang baru, yang memiliki ide briliant untuk menciptakan tentara super masa depan ini."
Cornelia menatapnya skeptis.
"Saya tidak menyangka kalau anda ... Mmm ... Well, terlihat jauh lebih muda dari yang saya perkirakan." Dia memperhatikan penampilan Lady Cornelia dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Lady Cornelia mendengus. "Ya. Saya sudah bisa menebak kalau anda akan berpikiran seperti itu." Dari sudut matanya, dia melihat Kapten Danovan yang berdiri beberapa langkah di belakang Charless Logan, memandangnya tanpa berkedip--tampak terpesona. Cornelia menyeringai. "Jadi ... Bisakah saya melihat proyek anda secara keseluruhan? Cetak birunya juga. Dan tolong jelaskan pada saya semua tentang proyek ini."
Dengan senang hati Charless Logan membawa Lady Cornelia berkeliling Laboratorium, memperkenalkannya pada beberapa ilmuan, dan menunjukan padanya alat yang belum selesai dikerjakan. Toby dan Kapten Danovan mengekor di belakang mereka.
Setelah lima belas menit berkeliling, Lady Cornelia kemudian mengatakan bahwa dia bersedia menjadi sponsor. Charless Logan girang bukan main. Setelah menandatangani berkas, Lady Cornelia dan Toby Bryce berpamitan pergi.
Dengan diantar oleh Kapten Danovan, Toby dan Lady Cornelia melangkah menyusuri koridor panjang menuju ke tempat parkir.
Demi kesopanan, Toby berjalan beberapa langkah lebih dulu, meninggalkan Lady Cornelia dan Kapten Danovan berdua di belakang.
Mereka tidak bicara sepatah katapun, hanya saling melirik dan melempar senyum.
"Jadi ..." Danovan buka suara ingin memulai pembicaraan. "... Sampai berapa lama kau akan berada di Amerika?" Tanyanya.
"Tergantung," jawab Lady Cornelia singkat.
"Tergantung?" Danovan mengerutkan kening tak mengerti.
"Tergantung apa yang sedang kucaritahu ini, mendapat jawaban dengan cepat atau tidak," jawab Cornelia ambigu.
Danovan menghentikan langkahnya. Dia menatap Cornelia penuh tanya.
"Memangnya apa yang sedang kau caritahu Lady?" Tanyanya dengan suara rendah parau. Cornelia menghentikan langkahnya. Matau hijau gelap itu mengunci tatapan biru cerah Kapten Danovan dengan pesona yang luar biasa.
"Aku hanya mencaritahu, benar atau tidak, jika aku menginginkan sesuatu yang tidak pantas aku inginkan."
"Memangnya apa yang kau inginkan," tanya Danovan lagi, suaranya serak. Mata birunya bolak-balik menatap mata dan bibir penuh Cornelia.
"Aku menginginkan sesuatu yang tidak akan pernah aku dapatkan," jawab Cornelia. Tubuh mereka bergerak selaras, melangkah berputar, hingga akhirnya tubuh Danovan mengapit Cornelia ke dinding koridor yang dingin itu.
"Dan apakah itu?" Tanya Danovan lagi. Wajah mereka semakin dekat. Jika satu inchi lagi dia memajukan wajahnya, maka bibirnya akan bersentuhan dengan bibir ranum Cornelia.
"Kalau aku menjawab bahwa sesuatu yang kuinginkan itu adalah kau, apa kau akan percaya?"
Mata biru Danovan membelalak tak percaya mendengar jawaban Cornelia. Ketika dia hendak membuka mulut, suara klakson mobil yang dibunyikan Toby untuk memanggil Lady Cornelia Eustass Grey menginterupsi.
"Aku harus pergi," kata Cornelia salah tingkah sambil melepaskan diri dan kungkungan lengan Danovan. Dia melanjutkan langkahnya menuju ke tempat parkir.
"Hei!" Panggil Danovan setelah dia mendapatkan kembali keseimbangannya.
Cornelia berbalik.
"Nanti malam apa kau punya waktu?" Dia sedikit berseru karena Cornelia berada sepuluh langkah jauhnya dari tempat dia berdiri.
Cornelia menyeringai, tahu maksud pertanyaan Danovan.
"Kenapa? Ingin mengajakku kencan?" Tebaknya tepat.
Danovan balas menyeringai. "Ya. Aku ingin mengajakmu kencan. Apakah aku terlihat setransparan itu hingga kau bisa menebaknya?"
Cornelia mengangkat bahu, dia melakukan kegiatan jalan mundur yang baik.
"Bagaimana kalau kita keluar makan malam?" Tawarnya.
Cornelia tersenyum lebar. "Ide bagus."
"Dimana dan kapan?"
"Kau yang mengajak, jadi kau yang tentukan waktu dan tempatnya."
"Jam delapan malam ini di--tunggu dimana tempat kau menginap?"
"Hotel Heathman," Jawab Cornelia singkat.
Danovan kembali menyeringai. "Bagus." Beberapa opsi menyenangkan melintas di kepalanya. "Kita makan malam disana saja." Dia tersenyum puas.
"Memikirkan sesuatu dalam kepalamu Kapten?"
Danovan menggeleng geli. "Kau tak pernah tahu," jawabnya.
Suara klakson mobil kembali terdengar.
"Aku pergi," kata Lady Cornelia kemudian menghilang di sudut belokan koridor yang menuju tempat parkir.
***
"Hercules?"
"Ya. Organisasi teroris dibawah pimpinan Kolonel Hugh Afner, mantan Marinir SEAL yang memberontak, dan berambisi ingin menciptakan dunia baru dengan dia sebagai Tuhannya," Lucia Paramore menjelaskan masalah baru mereka pada Charless Logan. "Mereka mengincar hasil proyek kita Sir."
"Kalau begitu perintahkan Danovan untuk memperketat sistem keamanan, dan suruh dia dan pasukannya untuk memeriksa siapapun yang akan masuk ke Pusat Penelitian."
"Baik Sir," jawab Lucia sambil mengangguk lalu meninggalkan ruang kerja Charless Logan si Mentri Pertahanan.
"Sial. Proyeknya belum selesai tapi masalah yang muncul begitu banyak," keluhnya.
***
Seorang lelaki kurus berpakaian ilmuan dan berwajah cemas berjalan buru-buru menyusuri koridor yang dijaga oleh puluhan laki-laki sangar berseragam militer. Dia berhenti tepat di depan sebuah pintu yang ada di ujung koridor itu, dua orang penjaga menghadang.
"A-aku ingin bertemu dengan Kolonel Afner, ada yang harus kusampaikan," katanya takut-takut.
Penjaga itu tidak menyahut. Mereka hanya memelototinya, lalu menggeledah semua pakaian dan barang bawaannya, takut ada senjata atau alat penyadap. Setelah dia dipastikan aman dari dua benda berbahaya itu, si ilmuan berwajah cemas dipersilakan masuk.
"Ah. Dokter Harvey!" Kolonel Hugh Afner, seorang lelaki brewokan, bertubuh tinggi dan berbadan kekar. Dia memiliki sepasang mata gelap yang tajam dan garis wajah yang keras. Mengenakan kaus hitam ketat yang menonjolkan otot bisepnya, dan celana tentara serta sepatu boot. Dia menyambut Dokter Adam Harvey dengan keceriaan yang dibuat-buat. "Aku bisa menebak kalau kau datang kesini membawa berita baik untukku," dia maju ke arah Dokter Harvey lalu merangkulnya.
Dokter Harvey menelan ludah gugup, melirik empat orang penjaga yang membawa senjata laras panjang otomatis di dalam ruangan itu. Masing-masing berdiri di tiap sudut.
"Jadi ... Apa yang ingin kau sampaikan padaku Harvey?" Kolonel Hugh Afner membawanya menuju ke depan sebuah meja dan satu kursi kosong di tengah ruangan, dibawah sebuah bola lampu berwarna kuning, yang menjadi satu-satunya penerangan di dalam ruangan itu. Sementara Dokter Harvey berdiri di depan meja, Kolonel Hugh Afner duduk kembali di kursinya.
"Charless Logan akhirnya bisa melanjutkan proyek tentara masa depannya, Pak," lapornya takut-takut.
"Ah Mentri gila itu!" Raut wajah Kolonel Afner berubah antusias. "Bukankah mereka kekurangan dana untuk proyek? Dan Harry Davis sudah menolak untuk membantu?"
"Mereka mendapatkan Sponsor Pak."
"Sponsor?" Sepasang alis hitam tebal Kolonel Afner bertaut.
"Seorang Milyuner asal Inggris bersedia membantu mendanai proyek hingga selesai."
"Aku mengerti-aku mengerti." Hugh Afner bangkit dari posisi duduknya lalu berjalan ke tengah ruangan sambil merenung. "Tetaplah berada di sana sampai proyek itu selesai. Dan dihari yang sudah ditentukan aku akan menyuruh beberapa orangku untuk mengambil chip yang berisi seluruh data tentang penemuan kalian, dan juga cetak birunya, lalu orang-orangku akan merusak peralatan di laboratorium itu." Dia menyusun rencana.
"Baik Pak."
***
"Aku akui ini terdengar begitu gombal, tapi harus kukatakan kalau kau begitu cantik malam ini, my Lady."
Lady Cornelia tersenyum puas mendengar pujian Kapten Danovan Logan yang malam ini tampak begitu mempesona dengan setelan tuxedo gelapnya. Sementara dia sediri hanya mengenakan gaun merah ketat selutut, dengan belahan dada rendah.
Restoran hotel Heathman telah disewa untuk sebuah acara makan malam romantis, dengan bunga mawar di atas meja, kerlipan cahaya dari beberapa batang lilin, dan juga musik romantis nan merdu yang berasal dari band di atas panggung.
“Harus kuakui kalau aku terkesan,” kata Cornelia sambil mengamati suasana romanris sekelilingnya.
Danovan menyeringai bangga. “Salah satu bakat alamiku adalah membuat wanita terkesan.”
Cornelia tertawa mendengar guyonan perwira muda di depannya. Danovan benar-benar berbeda dengan Jasper yang kalem dan serius.
“Membuat wanita terkesan? Berarti kau sudah sering melakukan ini?”
“Hanya beberapa kali,” cengir Danovan.
“Ah. Kalau begitu Kau seorang playboy? Hmmh. Itu berarti aku tidak punya harapan untuk mempertahankanmu,” godanya yang membuat binary di mata biru cerah Danovan muncul.
“Kalau kau berniat mempertahankanku, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk melepas status playboy itu,” kata Danovan girang sembari menggerakan sebelah alisnya seperti tokoh kartun jaman dulu, yang membuat Cornelia langsung terbahak.
“Kalau soal itu kita lihat saja nanti,” jawabnya geli.
Seorang pelayan datang menginterupsi. Pelayan itu menyerahkan dua buku menu pada Cornelia dan Danovan.
“Aku memesan steak yang dimasak setengah matang, dan Anggur White Russian,” ucap Cornelia tanpa membaca menu terlebih dulu.
Danovan mengerutkan kening. “Kau suka makan daging setengah matang?” tanyanya heran sekaligus berusaha menyembunyikan rasa jijiknya. Cornelia tak menjawab, dia hanya melemparkan senyuman muram pada Danovan.
Danovan kemudian memesan pasta, dengan anggur white Russian seperti Cornelia.
“Jadi …” Cornelia mencoba memulai percakapan. “… apa yang biasa dibicarakan orang-orang dalam kencan makan malam mereka?”
Danovan mendengus. “Kau berbicara seperti orang yang belum pernah melakukan kencan makan malam saja, Lady.” Sebelah alis Danovan melengkung tak percaya saat melihart ekspresi serius Cornelia.
“Ini kencan makan malamku yang pertama,” ucap Cornelia polos.
“Kau serius?”
Cornelia mengangguk. “Bercanda kau. Jangan harap aku akan percaya kalau wanita cantik dan menarik sepertimu belum pernah melakukan kencan makan malam,” kata Danovan tak percaya.
Cornelia tersenyum. “Aku memang pernah melakukan beberapa kali kencan menyenangkan dengan satu orang yang sama.” Jasper. “Tapi kami belum pernah melakukan kencan makan malam. Dia hanya membawaku ke wahana taman bermain, taman kota, dan bioskop untuk menonton beberapa film romantis,” kenang Cornelia, sedikit senyum sedih tersungging di sudut bibir wanita itu ketika mengenang Jasper.
Tawa Danovan meledak mendengar gaya berkencan Cornelia yang menurutnya kuno. “Yang benar saja? Kalian hanya melakukan itu? Ya Tuhan! Hahaha … mantan pacarmu itu benar-benar payah!”
Cornelia mengernyit mendengar ledekan Danovan terhadap Jaspernya. “Suami. Dia suamiku,” ucapnya dingin, dia tersinggung.
Tawa Danovan langsung berhenti. Rahangnya mengeras dan wajahnya mendadak pucat. “K-kau sudah menikah?” tanyanya merasa kalah. Danovan tidak menyangka kalau dia akan tertarik dan bahkan jatuh cinta pada istri orang lain.
Cornelia mengangguk.
“L-lalu suamimu?”
“Mati.”
Danovan tersentak mendengar nada dingin dan penuh penderitaan yang keluar dari jawaban singkat Cornelia tadi. Dia melirik ke arahnya yang tertunduk menatap serbet di atas meja.
Cornelia seorang janda? Ya Tuhan, dia terlihat masih sangat muda untuk menyandang status itu. Dan dia tampak begitu sedih saat membicarakan suaminya. Dan … tadi aku tidak sengaja mengina mendiang suami Cornelia. Ya ampun, Danovan Charless Logan, mulutmu benar-benar tidak bisa dijaga! Keluh Danovan dalam hati.
“Maafkan aku.” Dia mencoba mencairkan suasana yang menegang. “Aku tidak tahu kalau …”
“Sudahlah,” potong Cornelia tak acuh. Dia memandang Danovan dingin.
Sial! Dia marah.
“Oh ya Cornelia. Sudah berapa lama suamimu …” Danovan menelan kembali kata-katanya saat mendapatkan tatapan tajam dari Cornelia.
Menurut Danovan, entah kenapa saat ini Cornelia terlihat begitu mengerikan dan mengintimidasi.
Sialan. Aku mengacaukannya!
Danovan tahu, malamnya dan Cornelia telah berakhir, saat si pelayan membawakan pesanan mereka.
***
“Aku dengar Mrs. Mogul—si Nyonya kaya raya itu sudah kembali ke London tadi pagi,” kata Profesor Edna sembari menyamakan langkahnya dengan Danovan—yang hari ini terlihat sangat lesu, berbeda dengan kemarin siang dia tampak begitu bersemangat karena ada janji makan malam dengan Cornelia.
Danovan menghentikan langkahnya. Dia memeloti Edna, memberikan tatapan ‘jangan-ganggu-aku-urusi-pekerjaanmu-sendiri’ pada Profesor yang masih cantik itu. Lalu dia kembali melanjutkan langkahnya, mengamati pekerjaan para ilmuan di Laboratorium Pusat Penelitian.
Mengabaikan tatapan galak Danovan, Edna kemudian bertanya lagi, “Bagaimana acara makan malammu dengannya? Apakah kau berhasil mengajaknya untuk menikmati malam yang …”
“Diamlah Edna! Acara makan malamku dengan Cornelia berakhir buruk. Puas!” bentaknya kemudian berjalan meninggalkan Edna.
Edna menyeringai. Dia mulai suka menggoda Danovan.
“Berakhir buruk? Uh. Sayang sekali, padahal menurutku dia cocok untukmu,” katanya tulus, sembari mengejar ketertinggalan langkahnya dari Danovan.
Danovan mendesah. “Aku mengacaukannya. Aku membuat Cornelia marah,” gumamnya cemberut.
“Kau membuatnya marah?” Tanya Edna bingung.
“Lebih tepatnya aku menyinggung dia. Hhh. Secara tidak sengaja aku menghina suaminya,” sahut Danovan muram.
“APA?” Tanyanya terkejut. “Jadi dia sudah menikah?”
Danovan mengangguk. “Ya. Tapi suaminya sudah meninggal,” jawab Danovan mengakhiri pembicaraan dengan terus melangkah meninggalkan Edna yang tertegun mencerna informasi.
***
“Kita kembali ke The Crown karena anda marah pada Kapten Danovan?”
“Bisa dibilang begitu,” Jawab Cornelia singkat sembari terus menatap mumi—jasad Sir Jasper D. Grey yang diawetkan dalam sebuah peti di Menara Laboratorium Nasse House.
“Kenapa?”
“Hmmm.”
“Kenapa anda lebih memilih menjauh darinya, sementara yang saya tahu anda sangat tertarik padanya?” Tanya Toby lagi, yang dengan setia berdiri di belakang Cornelia yang sibuk memandangi jasad suaminya.
“Aku marah padanya, dan aku takut aku tidak bisa mengendalikan diri jika berada di dekatnya saat aku marah. Aku tidak mau dia melihat monster dalam diriku, monster yang seratus tahun yang lalu sudah membunuh sebagian penduduk The Crown, dan juga membuatmu seperti sekarang ini.”
Toby terdiam sejenak. “Lalu proyek kerjasama anda dengan Charless Logan?”
“Aku akan kembali ke sana saat proyeknya selesai. Lagipula … aku tidak sabar ingin melihat bagaimana Jas … well, maksudku Danovan berubah menjadi manusia super yang kuat."
Toby mengangguk.
***
Proyek pembuatan alat untuk menciptakan tentara masa depan berhasil. Mereka menamakan alat itu Zeus, diambil dari nama Ayah Hercules dalam dongeng Yunani kuno. Charless Logan bangga, dan para ilmuan serta semua yang terlibat dalam proyek itu meluapkan kegembiraan mereka dengan menyewa kelab malam berkelas, berpesta, menari, bernyanyi, dan minum sedikit anggur bersama. Hanya Kapten Danovan Logan yang tampak murung. Ketidak hadiran Lady Cornelia Grey dalam beberapa kali pertemuan penting yang membahas proyek tentara masa depan, membuatnya sedih. Dia merindukannya, dia tidak melihat wanita itu selama berminggu-minggu.
Dia merasa bersalah. Apa Cornelia tidak hadir karena masih marah padaku? Pikirnya gelisah.
"Hei Loverboy!"
Danovan memutar mata. Dia mengetahui, siapa yang menegurnya, Si perawan tua pengganggu, Edna Balley.
Edna mengambil tempat duduk di bar, di samping Danovan.
"Jangan ganggu aku, Professor. Aku sedang tidak mood untuk mendengar omelanmu, ataupun membalas sindiranmu," ketus Danovan sambil melirik sinis ke arah teman duduknya.
"Aku tidak mau mengomelimu atau menyindirmu. Aku hanya mau mengatakan kalau besok Cornelia Grey akan datang ke percobaan pertama Zeus. Tapi kalau kau tidak mau mendengarnya ya sud …” Edna mengambil ancang-ancang untuk bangun dari kursi bar, namun Danovan menahannya.
“Apa kau serius?” tanyanya tak percaya. Binar ceria di mata Danovan telah kembali.
Edna Balley mengangguk, dia ikut senang melihat kegembiraan Danovan.
“Lucia bilang dia mendapat telpon dari Mr. Bryce, orang kepercayaan Lady Grey. Mereka akan tiba di pusat penelitian sekitar pukul Sembilan pagi,” jelas Edna.
Danovan tersenyum.
“Pergunakan waktumu dengan sebaik mungkin,” nasihat Edna. “Jangan biarkan dia melihatmu dalam keadaan buruk, sebelum kau berubah menjadi manusia super besok. Dan …” dia melotot galak pada Danovan. “Jangan coba-coba menyentuh atau meminum minuman beralkohol kalau kau tidak ingin mati dalam alat itu besok.”
Danovan terkekeh. “Baik Ma’am,” sahutnya geli.
***
Semua persiapan telah dilakukan, pusat penelitian mendapat penjagaan berlapis dari pasukan militer Amerika. Charless Logan dan para ilmuan was-was menanti hasil yang baik dari percobaan pertama alat ciptaan mereka. Sementara orang-orang terpilih yang mendapat kehormatan untuk tentara super masa depan mempersiapkan fisik dan mental mereka dengan sebaik mungkin, salah satunya adalah Kapten Danovan Logan, dia yang akan pertama kali mencoba alat dan formula dari para ilmuan yang dikumpulkan Ayahnya.
Berdiri diantara orang-orang penting dan para petinggi militer, menonton dari sebuah ruangan yang berdinding kaca transparan di lantai dua, Lady Cornelia Eustass Grey yang tampak rapi dengan setelan gelapnya terlihat begitu gelisah dan tegang. Berkali-kali dia mengerutkan kening memperhatikan para ilmuan yang sedang mempersiapkan Zeus, sebelum dioperasikan untuk pertama kalinya pada Kapten Danovan Logan.
“Ma’am.” Toby yang mengetahui kecemasan Lady Cornelia menegurnya pelan.
“Aku tahu Toby, aku tahu aku harus tenang. Tapi aku tidak bisa menghentikan kecemasanku. Kita tidak tahu Danovan akan selamat atau tidak jika proyek ini gagal. Tapi jika proyek ini berhasil … kita tidak tahu dia akan berubah menjadi seperti apa,” bisiknya pelan, dan hanya Toby yang dapat mendengarnya.
“Saya mengerti kecemasan anda Madam, tapi berusahalah untuk tenang dan tidak menarik perhatian.”
Lady Cornelia mengangguk.
“Madamoisle?” Lady Cornelia dan Toby Bryce—yang berdiri sambil berbisik-bisik di barisan paling belakang—mendongak dan melihat Charless Logan menghampiri mereka, sebuah senyuman lebar penuh kebanggaan tersungging di bibir tuanya.
“Mr. Logan,” Lady Cornelia dengan cepat memulihkan emosinya, lalu membalas sapaan Charless Logan dengan keanggunan yang mengagumkan.
“Kenapa anda berdiri di belakang sini? Bukankah anda seharusnya berada di kursi depan, untuk melihat investasi anda yang bisa mengubah dunia?” katanya terlihat begitu bangga dan gembira.
Lady Cornelia tersenyum. “Ah. Saya hanyalah orang sipil yang kecil Mr. Logan, saya merasa tidak pantas bersanding dengan orang-orang besar dari dunia militer seperti …” ia melambaikan tangannya sambil lalu ke arah para Jendral dan mentri yang tak sabar untuk melihat bagaimana cara dioperasikannya alat yang dinamai Zeus itu. "... Para Jendral dan Mentri itu."
"Ah. Jangan merendah Lady Grey." Dia lalu mencondongkan tubuhnya dan berbisik penuh rahasia pada Cornelia. "Saya tahu track record anda dalam dunia politik, dan saya juga tahu soal campur tangan anda dalam pembuatan beberapa senjata militer canggih untuk Amerika dan Inggris." Charless Logan kembali menegakan tubuhnya, dia terlihat puas.
Sebelah alis Cornelia terangkat tinggi. "Anda menyelidiki saya?" Tanyanya dingin.
"Iya Madame. Saya menyelidiki anda, karena profil anda terlalu menarik untuk diselidiki."
Lady Cornelia menggertakan giginya marah. Dia baru sadar kalau Charless Logan termasuk orang yang berbahaya, jika dia menyelidiki riwayat hidupnya lebih jauh, maka Cornelia dan Toby akan berada dalam bahaya.
Belum sempat Lady Cornelia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, Profesor Edna Balley yang berada di Laboratorium bawah, tempat alat Zeus akan dioperasikan, memberi isyarat kalau mereka akan mulai tiga menit lagi.
"Mari Madame, kita ke depan untuk melihatnya," ajak Charless.
Lady Cornelia mengangguk kemudian memberi isyarat pada Toby untuk mengikutinya.
***
Danovan mengerang gugup sembari sesekali melirik ke arah Zeus yang siap dioperasikan untuknya. Dia melompat-lompat kecil dan melakukan beberapa peregangan sebagai pemanasan.
Danovan sedikit takut. Dia sudah. Sering mendengar cerita tentang operasi pertama alat penemuan ilmiah yang menggunakan manusia sebagai kelinci percobaan, dan berakhir dengan kematian. Danovan khawatir nasibnya akan sama seperti para kelinci percobaan itu.
"Aku akui aku benci pada kelakuan tengilmu yang menyebalkan Kapten Danovan Logan." Danovan terkekeh mendengar perkataan Profesor Balley yang berjalan menghampirinya--dengan beberapa catatan penting di tangan. "Tapi aku benar-benar berharap kau bisa selamat dari operasi pertama Zeus ini." Sorot mata Profesor Edna melembut menatap sosok pemuda yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri itu.
Cengiran lebar menyebar di wajah tampan Danovan. "Tenang saja Profesor, laki-laki mempesona sepertiku ini tidak akan mati dengan mudah." Dia berkedip nakal ke arahnya.
Mendapat respon yang santai dan tak serius seperti itu dari Danovan membuat Profesor Balley memutar mata. "Ya. Ya. Ya. Aku tahu, laki-laki mempesona sepertimu tidak akan mudah mati," Edna mengutip apa yang dikatakan Danovan. "Kalau saja kau bisa mengatakan itu padanya," dia menggedikan kepalanya ke arah satu sosok diantara para penonton yang duduk/berdiri di lantai dua.
Danovan ikut menoleh, dan seketika tubuhnya menegang. Jantungnya berdegup ratusan kali lebih kencang dari biasa. Mata hijau indah yang menatapnya penuh kekhawatiran itu adalah mata yang selama beberapa minggu ini sangat dia rindukan.
“Daritadi dia terlihat gelisah menghawatirkanmu." Beritahu Profesor Edna Balley. "Kelihatannya hubungan kalian masih akan baik-baik saja, jadi ... Tetaplah hidup, agar kau bisa mendapat kesempatan kedua untuk berkencan dengannya."
Danovan menyeringai. "Itu pasti," katanya sambil melemparkan kedipan menggoda ke arah Lady Cornelia.
Profesor Balley menggeleng geli. "Baiklah Loverboy, sekarang ayo kita taklukan Zeus," gumam Profesor Balley sembari menepuk punggung lebar Danovan, lalu mengarahkannya menuju tabung raksasa yang terbuat dari baja, dan terhubung dengan beberapa alat yang memusingkan.
Saat ini Danovan hanya mengenakan kaus putih ketat lengan pendek, yang mencetak otot-otot lengan dan perutnya dengan sempurna, celana loreng militer dan juga sepatu dinas lapangannya.
Berkali-kali dia menghela napas keras saat berada di dalam tabung besar itu, dia membiarkan beberapa dokter dan ilmuan memasangkan belengu pada kedua tangan dan kakinya, sehingga dia berdiri, tak bisa bergerak, dan menempel pada dinding tabung.
Profesor Edna Balley maju, memeriksa untuk terakhir kalinya, belenggu dengan berbagai macam kabel yang menjerat tubuh Danovan.
"Relaks. Jangan tegang," dia menenangkan Danovan. "Percayalah, jika ada sesuatu yang salah dengan alat ini. Atau kita tidak berhasil melakukannya ... Kami akan mengeluarkanmu hidup-hidup," janjinya. Meskipun sudah berusaha untuk tenang, kekhawatiran masih terlihat jelas di wajah Profesor Balley.
Danovan mengangguk. Profesor Edna Balley, member isyarat pada bawahannya untuk keluar dari tabung baja itu. Dia lalu memberi isyarat pada seorang Dokter berkacamata tebal dan berpembawaan gugup, yang bertugas untuk menaikan dan menurunkan tuas pada salah satu mesin Zeus, yang berfungsi untuk membuka dan menutup pintu tabung baja itu secara otomatis.
Dokter itu mengangguk. Dia menaikan tuasnya, lalu perlahan pintu tabung baja itu menutup.
Danovan mengerutkan kening, di saat melihat Cornelia yang tampak khawatir, bahkan wanita bangsawan Inggris itu terlihat seperti ingin menangis.
Ada apa dengannya? Pikir Danovan. Dan dia terhenyak ketika melihat Cornelia menyebutkan nama "Jasper," tanpa suara.
Siapa Jasper? Dia baru saja akan menyuarakan, namun pintu baja itu telah tertutup.
(CORNELIA)
Selama hidupku aku sudah pernah mengalami berbagai macam rasa takut. Mulai dari rasa takut gila yang berupa kecemasan pra nikah di hari pernikahanku dengan Jasper, rasa takut bahwa Jasper yang akan berpaling pada wanita lain saat Ms. Hayeks yang genit itu menggodanya, rasa takut bahwa aku akan meninggalkannya ketika wabah penyakit sinusitis menyebar. Dan ... Rasa takut paling parah yang pernah aku alami adalah ... Saat aku melihat orang-orang The Crown menodongkan senjata pada Jasper, lalu menembaknya.
Tapi melihat Danovan masuk ke dalam tabung alat terkutuk yang disebut Zeus itu membuatku takut. Bagaimana jika percobaan ini gagal? Bagaimana jika Zeus membunuhnya? Menghentikan detak jantungnya? Aku sudah pernah kehilangan Jasper dan aku tidak mau lagi kehilangan Danovan.
"Tenanglah Ma'am." Toby berbisik memperingatkanku.
Iya. Iya. Aku harus tenang. Aku harus tenang. Aku tidak boleh kehilangan kendali. Aku harus tenang. Aku tidak ingin membunuh semua orang yang ada disini. Aku tidak mau menjadi monster lagi. Aku ... Haahhh. Aku harus tenang.
Mereka sudah mulai menghidupkan alat terkutuk itu. Dan aku tidak mengerti tentang apapun yang mereka katakan, soal proses dimana Danovan akan berubah menjadi sangat kuat. Hei! Jangan menatapku seperti itu! Aku memang istri seorang ilmuan dan aku juga suka berinfestasi pada proyek-proyek senjata canggih yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, tapi bukan berarti aku suka untuk belajar sains.
Mereka menyalakan alatnya, saling berteriak menyebutkan persenan tenaga yang harus ditambahkan ke dalam tabung tembaga Danovan.
"Baik. Sekarang naikan ke lima puluh persen!" Profesor menyebalkan yang kuketahui bernama Edna Balley itu meneriakan pada salah satu bawahannya.
Entah apa yang mereka lakukan pada mesin itu dan Danovan, sehingga Danovan berteriak sangat keras, suaranya sarat akan rasa sakit.
Tubuhku bergetar, aku ingin sekali melompat ke bawah dan membebaskan Danovan dari alat terkutuk itu. Tapi ...
"Kendalikan diri anda, Madame," bisik Toby kembali memperingatkanku.
Kendalikan diri. Kendalikan diri. Kendalikan diri.
"Naikan ke tujuh puluh lima persen!"
"ARRRGGGHHH!!!"
Suara pekik kesakitan Danovan kali ini terdengar lebih keras hingga membuatku hampir meraung dan melompat ke bawah untuk mengeluarkannya dari sana. Sepasang tangan Toby menahan pundakku seperti capitan baja, dia mengerahkan semua tenaganya untuk membuatku tidak bisa bergerak.
"Madame ..."
"Pegangi aku Toby. Pegangi aku. Jangan biarkan aku berubah menjadi monster," kataku pelan.
"Baik Ma'am. Akan saya lakukan," jawab pelayan setia mendiang suamiku itu.
"Danovan bagaimana keadaanmu? Kami bisa menghentikannya kalau kau tidak sanggup lagi!" Seru Profesor Edna, suaranya terdengar cemas.
"Aku masih bisa! Lakukan saja Profesor." Aku sangat kecewa mendengar jawaban Danovan dari dalam tabung baja. Kalau dia kesakitan seperti itu, kenapa dia harus melanjutkannya?
"Naikan ke sembilan puluh persen!" Dengan setengah hati Profesor Edna memerintah bawahannya.
"AAARRRRGGGGGGHHHHHHHHH!"
"DANOVAN!" Teriakku melepaskan diri dari pegangan Toby.
"Ma'am, lewat pintu dan tangga. Jangan menerobos lewat kaca anti baja." Toby memperingatkanku dengan suara datar.
Dengan segera aku melesat melalui pintu dan tangga, kemudian berhenti di depan tabung tempat Danovan berada. Aku telah siap menghancurkan tabung sialan itu dengan tinju ketika ...
"Madame Grey!"
... Toby tiba-tiba mencengkram kedua lenganku erat, dan Profesor Edna Balley berdiri di depanku.
"Apa yang ingin anda Lakukan, Madame?" Wanita tua menyebalkan itu mendesis marah padaku.
Aku membalasnya dengan sebuah geraman pendekyang membuat semua yaa ada di ruangan itu tersentak.
"Ma'am."
Mata Profesor Balley membelalak, dia mengernyit ngeri menatapku. Apa aku sudah terlalu berlebihan?
"Lepaskan dia."
"Kami tidak bisa melepaskannya begitu saja Madame, Dia begitu saja Madame Grey, Kapten Logan masih ..."
"ARRRGGGHHH!!!"
Aku dan Profesor Balley sama-sama tersentak, menoleh ke arah tabung baja itu, ketika suara teriak kesakitan Danovan kembali terdengar.
Aku menatap Edna Balley dengan penuh kemarahan.
"Buka pintunya, dan keluarkan dia dari sana," desisku. "Kalau tidak kau akan tahu apa yang bisa kulakukan dengan tempat ini."
Dia mengambil satu langkah mundur mendengar ancamanku, namun dari sorot matanya yang berapi-api, aku tahu kalau dia akan melakukan apapun untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
"Anda tidak bisa melakukan ini Madame Grey." Charless Logan turun dari tangga bersama beberapa pengawal bersenjatanya, dia tampak marah. Dasar Ayah yang tidak berperasaan. "Saya tahu anda peduli pada Danovan, dan saya sadar anda memiliki peran penting dalam berjalannya proyek ini. Tapi anda tidak bisa berbuat seenaknya. Anda harus mengikuti prosedur?"
"ARRRGGGHHH!"
Prosedur? Prosedur apa maksudnya? Prosedur yang bisa membunuh putranya?
"Dia bisa mati," desisku padanya. Aku merasa lidahku terbakar oleh api saat aku mengeluarkan suara untuk berbicara.
"Danovan anakku adalah lelaki yang kuat, anda tidak perlu mencemaskannya Madam."
Aku mendesis marah, siap untuk menyerang manusia lemah di depanku, namun Profesor Edna Balley mengambil tindakan yang tepat. Dia berseru, bertanya pada Danovan, apakah dia baik-baik saja? Dan Danovan menjawab bahwa dia baik-baik saja.
"Apakah tidak apa-apa bagimu jika tenaganya ditambah lagi Danovan?!" Tanya Profesor Balley. Aku bisa mendengar kecemasan dalam suaranya.
"Tidakhhh. Akuhh baikh baikh sajaaahh. Tambah tenaganyahhh!" Seru Danovan terengah dari dalam tabung.
"Kau bisa mati Danovan!" Seruku panik.
"Corneliyah? Apa itu kau?"
"Danovan hentikan ini. Kau bisa mati!" Aku memohon. Seandainya aku bisa menangis, aku akan menangis dengan keras.
"Aku ... Ahhh ... Aku bisa! Aku masih kuat C." C? "Aku masih kuat."
"Tidak. Tidak Danovan, aku ..."
"Percaya padaku?" Aku tercengang mendengar pertanyaaan itu. Memoriku kembali berputar ke puluhan ... Atau ... Ratusan tahun yang lalu, saat Jasper melamarku.
"Percaya padaku?" Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Jasper, sebelum dia memintaku menjadi istrinya.
"Corneliyah, apa kau percaya padaku?" Dia mengulang pertanyaannya. Semua yang ada di ruangan itu diam, seperti sedang menunggu jawabanku.
"Iya. Aku percaya padamu," jawabku dengan suara tercakat.
"Bagus," ucap Danovan dari dalam tabung.
"Naikan tenaganya menjadi seratus persen!" Seru Profesor Balley pada bawahannya. Dan ...
"HUAAARRRRGGGGHHHH!!!"
Teriakan Danovan yang makin keras dan terdengar sangat kesakitan membuatku gila.
YA TUHAN! HENTIKAN ITU! KUMOHON BERHENTILAH JANGAN BUAT DIA KESAKITAN!
Lima menit yang panjang dari teriakan Danovan diakhiri dengan korsleting dan meledaknya sebagian mesin Zeus. Kemudian semuanya sunyi. Tidak ada teriakan Danovan, orang-orang dan ilmuan yang ada di Laboratorium bungkam. Siapapun tolong katakan padaku, dia tidak mati kan?
Aku, Charless, dan Edna saling berpandangan. Dengan kalut Edna Balley memerintahkan salah satu bawahannya untuk membuka pintu otomatis tabung baja tersebut. Dan ...
"Danovan?"
***
(Normal Point of View)
Tubuh lunglai Danovan dikeluarkan dari tabung baja tersebut. Semua tertegun melihat ada yang berbeda dengan Danovan sebelum masuk ke dalam tabung, dan Danovan yang sekarang berada di dalam tabung Zeus.
Dia terlihat sedikit lebih tinggi, lebih besar, dan juga lebih berotot. Dan dia juga tampak lebih kuat. Namun yang membuat semuanya was-was adalah, apakah Danovan masih hidup? Atau sudah mati?
Perlahan Profesor Edna berjalan menghampiri Danovan untuk memeriksa bahwa dia masih hidup atau sudah mati.
"Kapten Logan?" Panggilnya sambil menepuk pundak Danovan. Tak ada reaksi.
"Danovan?" Ucapnya was-was sambil menangkup wajah Danovan dengan kedua tangannya.
"Lain kali jangan masukan aku ke sana lagi. Rasanya menyakitkan." Suara lemah Danovan, dan ekspresinya yang meringis menahan rasa sakit, membuat semua yang ada di Laboratorium itu menahan napas dan terdiam selama beberapa detik. Dan kemudian suara sorakan gembira terdengar memenuhi ruangan itu.
"Kita berhasil!"
"Yeah. Kita berhasil!"
"Dia selamat Ma'am," bisik Toby pada Cornelia yang berdiri mematung, menatap Danovan yang dipeluk oleh Ayah dan juga rekan-rekannya.
"Dia masih hidup," gumam Cornelia pelan. Dari suaranya dia terdengar lega.
"Iya Ma'am. Dia masih hidup."
"Kau hebat Nak! Kau hebat! Kita berhasil!" Kata Charless Logan, beliau meluapkan kegembiraan dengan memeluk erat anak semata wayangnya.
"Iya Dad. Kita berhasil," sahut Danovan. Matanya birunya tampak mencari-cari sesuatu, dan senyum langsung menyebar di wajah tampannya saat pandangan matanya terkunci pada tatapan mata hijau Lady Cornelia.
Danovan melepaskan pelukan Sang Ayah. Dia baru saja akan berjalan ke arah Cornelia untuk menyapanya, ketika ...
DOOR!
... Suara tembakan terdengar.
Cornelia tersentak, tubuhnya membeku, dan pandangan matanya mendadak tidak fokus.
DOR! DOR!
Semua yang ada di Laboratorium berhamburan panik. Mereka terkejut mendapati empat lelaki bersenjata dengan setelan gelap, yang tadi berdiri bersama para Jendral dan Mentri di lantai atas, tiba-tiba menembak membabi-buta ke segala arah.
Sekitar delapan orang militer yang merupakan anak buah Charless Logan mencoba melakukan perlawanan dengan adu tembak. Namun sayang justru merekalah yang terbunuh.
Beberapa ilmuan roboh terkena tembakan. Danovan berjalan menunduk melindungi Ayahnya dan Profesor Balley, sementara Cornelia? Dia berdiri tegak di tengah ruangan yang kacau itu, matanya membelalak, dari warna hijau, perlahan berubah merah.
Kejadian ini membuatnya teringat pada petaka seratus tahun yang lalu, yang merengut nyawa Jasper, suaminya. Suara kekacauan, teriakan, dan tembakan.
"Jasper," gumamnya pelan.
"Ma'am!" Toby berseru panik, melihat Cornelia yang masih berdiri tegak di tengah ruangan. Beberapa peluru yang diarahkan padanya, tidak membuat wanita itu roboh dan berdarah.
Para penembak itu telah sampai di lantai bawah, semua orang yang mereka lewati satu persatu berjatuhan karena terkena peluru. Mereka kemudian menembaki dan merusak semua peralatan Zeus setelah mendapatkan chip dan cetak biru dari mesin tersebut, dua diantara para penembak terlibat adu tembak dengan Charless dan Danovan, sedangkan Profesor Balley yang berusaha melindungi penemuannya ditembak tepat di bagian dadanya.
"Sialan! Kemana semua pasukan yang lain yang berjaga di luar Laboratorium?!" Gerutu Charless Logan tanpa mengetahui bahwa semua pasukannya yang berjaga di luar Lab, telah dilumpuhkan saat mereka melakukan percobaan terhadap Danovan.
“Edna!” Danovan berteriak panik saat melihat Profesor Edna Balley rubuh. Dia segera menangkapnya sebelum tubuh perempuan itu jatuh menyentuh lantai. Dia berlutut di sisinya. “Hei. Hei.” Danovan menepuk pipi Edna pelan.
Profesor cantik itu tampak kehilangan orientasinya selama beberapa detik. Dia kemudian mengerjap linglung, lalu meringis saat merasakan sakit tak tertahankan pada luka tembak di bagian dadanya. Edna terengah dan napasnya mulai memberat.
“Edna! Edna apa kau bisa mendengarku? Bertahanlah!” pinta Danovan.
“D-Danovan?” gumam Edna berusaha untuk tetap sadar dan mengumpulkan logikanya. Dengan luka tembak pada bagian vital seperti ini dia tahu dia tidak akan bisa bertahan.
“Iya. Iya ini aku, bertahanlah, kumohon.”
“Chi … c-chip.” Edna berkata dengan susah payah, suaranya sangat pelan sehingga Danovan harus mendekatkan telinganya ke mulut Edna agar dia bisa mendengar dengan jelas. “Mereka … mereka mendapatkan chipnya. Rebut kembali …”
“Chip?” danovan mendongak melihat empat penyerang itu berniat kabur melalui pintu keluar di lantai bawah. Mereka masih sibuk menembaki orang-orang yang ada di Laboratorium. Dua diantaranya—salah satunya yang membawa chip Zeus—telah menghilang di balik pintu. Sementara dua orang lagi terus menembak untuk memastikan bahwa mereka tidak akan diikuti.
“Danovan …” suara serak Edna yang terdengar penuh penderitaan membuat Danovan kembali menoleh ke arah wanita itu. “Dapatkan kembali chip Zeus, sebelum …” Edna berhenti bicara, sebuah tarikan napas kasar terdengar dari dirinya sebelum dia tewas.
“Edna?”
“Dia sudah meninggal Danovan,” kata Charless Logan sembari menepuk pundak Danovan. Mata tuanya menatap sedih pada tubuh tak bernyawa Edna Balley.
“Tidak!” Teriakan keras dan panik Toby Bryce menarik perhatian semua orang yang masih hidup di Laboratorium. Mereka segera menoleh ke arah sumber suara. Dan ekspresi ngeri di wajah lelaki yang berprofesi sebagai pelayan itu saat menatap ke arah sang majikan yang berdiri tegak di tengah kekacauan (diantara mayat menjawab rasa penasaran mereka.yang bergelimpangan dan juga suara desingan peluru), menjawab rasa penasaran mereka.
“Cornelia!” seru Danovan terkejut sekaligus cemas dengan apa yang dilihatnya. Perlahan membaringkan tubuh tak bernyawa Edna ke lantai, dia kemudian beranjak maju untuk menyelamatkan wanita yang dia cintai.
Namun …
DOR!
… sebuah suara letusan senjata api membuatnya berhenti dan mendongak. Danovan melihat salah satu penyerang menembak Cornelia tepat di kepalanya.
“TIDAK!”
“Cornelia!”
Hening.
Peluru yang ditembakan oleh penyerang itu tepat mengenai bagian tengah dahi Cornelia, mereka diam menunggunya rubuh, namun perempuan itu masih berdiri tegak.
Danovan terperangah melihat luka akibat tembakan pada bagian dahi Cornelia perlahan menutup dan sembuh. Mata hijau indah perempuan Inggris itu telah sepenuhnya berubah menjadi merah darah. Sebuah seringai menyeramkan terukir di wajah cantiknya.
Dan semua berlangsung dengan begitu cepat. Dalam waktu sepersekian nano detik sebuah suara geraman seperti suara binatang buas terdengar diseantero Laboratorium, diikuti terjangan cepat Cornelia pada penembaknya.
Dia menyerangnya dengan tangan kosong. Mencabik leher laki-laki itu menggunakan gigi-giginya yang runcing, dan merobek perutnya dengan kuku-kunya yang tajam sehingga ususnya terburai bebas. Laki-laki penyerang itu tewas seketika.
Setelah memastikan korbannya tak bernyawa, Cornelia segera mengejar ketiga rekan lain dari si penyerang.
“CORNELIA!” Seru Toby Bryce sembari bangkit mengejar sang majikan.
Sedangkan Danovan hanya diam. Dia tertegun dan tampak bingung dengan kejadian tadi. Dengan kecepatan Cornelia yang mengagumkan mustahil mata manusia normal bisa menangkap apa yang terjadi, tapi Danovan bukan manusia normal lagi setelah keluar dari Zeus, jadi dia bisa melihat apa yang dilakukan Cornelia dalam sebuah gerak lamban.
Perasaan Danovan campur aduk. Mahluk apa dia? Pikirnya sambil mengingat kembali Cornelia yang bermata merah dengan deretan gigi runcing dan kuku tajam. Apa Cornelia juga mahluk mutasi? Dan apakah Tobi …
“DANOVAN CEPAT KEJAR MEREKA DAN DAPATKAN CHIPNYA!”Tegur Charless Logan gemas melihat anaknya yang masih berdiri diam, tampak enggan memamerkan kekuatan hasil dari mutasi mesin Zeus.
Danovan menoleh, menjawab “Iya,” untuk teguran Ayahnya, dia lalu pergi menyusul Cornelia dan Toby. Setelah Danovan pergi, Charless Logan segera menghubungi beberapa pihak di pemerintahan untuk mengabarkan bahwa dia dan anak buahnya diserang dan penemuan mereka dicuri.
Danovan berlari di sepanjang jalan sambil mencari Cornelia, Toby, dan para penyerang yang mengambil chip Zeus. Orang-orang itu pasti sudah kabur memakai kendaraan. Lalu Toby dan Cornelia … Danovan tidak tahu kedua orang itu mengejar para penyerang dengan mobil atau … berlari sepertinya?
Kapten Danovan Logan merasa tubuhnya begitu ringan. Dia bisa berlari sangat cepat, bahkan lebih cepat dari laju maksimal sebuah mobil balap, kakinya pun nyaris tak menyentuh tanah saat dia berlari, dia merasa seperti sedang terbang.
Danovan berhenti ketika mendapati kemacetan parah—puluhan dan bahkan ratusan mobil berhenti, berjejer—di sepanjang jalan tol. Suara ledakan, letusan, dan teriakan panik orang-orang yang menyelamatkan diri membuat Danovan tahu bahwa orang-orang yang dia cari adalah penyebab dari kemacetan ini.
Sebuah helicopter yang dikemudikan oleh seorang pilot lelaki dan dua orang penembak jitu di bagian penumpang tampak terbang rendah di atas pusat kemacetan jalan tol.
“Cornelia awas!”
DOR!
“Grrrr!”
Danovan mengenali suara-suara itu sebagai suara Toby dan Cornelia. Dia melompat ke atas kap mobil lalu berlari di sepanjang atap mobil yang diparkir berjejer—dan ditinggal oleh pemiliknya.
Danovan berhenti ketika melihat Cornelia dan Toby berdiri di tengah kemacetan. Mereka dikeroyok dan terus ditembaki oleh puluhan tentara bayaran yang datangnya entah darimana. Para tentara itu memarkirkan lima mobil Cadilac hitam mereka berlawanan dengan mobil orang-orang sipil yang sudah kabur ketakutan.
Apa para tentara bayaran itu bekerja sama dengan para pencuri chip Zeus? Mereka datang ke sini untuk menyelamatkan rekan-rekannya yang diburu Cornelia dan Mr. Bryce? Danovan bergidik saat melihat tiga mayat tak berbentuk yang ada di dekat kaki Cornelia dan Toby. Dia mengenali mereka sebagai para penyerang di Laboratorium tadi.
Danovan mengerjap memandangi Cornelia dan Toby yang sedang sibuk membantai para tentara bayaran yang menyerang mereka. Dia baru menyadari kalau Toby adalah mahluk yang sama seperti Cornelia.
“Sebenarnya kalian ini mahluk apa?” Danovan bergumam pelan, namun telinga Cornelia dan Toby cukup sensitive untuk mendengarnya. Cornelia berbalik, menjatuhkan salah satu korbannya ke tanah, dia menatap Danovan sedih.
Cornelia tidak ingin Danovan melihatnya sebagai sosok monster, tapi dia tidak bisa berbuat apapun untuk membersihkan darah yang menempel di mulut, pakaian, dan tangannya.
“Cornelia, awas!” seru Toby memperingatkan Cornelia akan bahaya, senjata roket peledak yang di arahkan padanya oleh salah satu penembak jitu dari atas helicopter.
Melihat kejadian itu, reflex Danovan melompat turun dari mobil, mengangkat sebuah Mitshubisi berwarna putih yang bisa dia jangkau, dia lalu melemparkannya ke arah misil roket peledak sebelum peluru besar senjata itu mengenai Cornelia.
Tabrakan antara mobil dan misil roket peledak di udara menimbulkan ledakan besar.
Cornelia menoleh ke arah Danovan, dia terdiam sejenak, kemudian …
“Terimakasih,” ucapnya pelan.
Danovan mengangguk. Cornelia lalu berbalik untuk kembali menghadapi para tentara bayaran. Tak mau ketinggalan, Danovan kemudian membantu Cornelia dan Toby menghadapi para Tentara anak buah Hugh Afner.
***
Danovan, Cornelia, dan Toby memenangkan pertempuran di jalan tol. Chip Zeus dan cetak birunya berhasil direbut kembali.
Charless Logan kesal karena tidak ada satupun tentara bayaran yang selamat dati pertempuran-jalan-tol itu, sehingga dia tidak bisa menentukan pihak mana yang akan bertanggung jawab atas penyerangan Laboratorium di Markasnya yang menewaskan banyak ilmuan dan orang-orang penting di pemerintahan. Charless menyalahkan Danovan, dia pikir Danovanlah yang sudah membunuh para tentara bayaran Hercules. Dia tidak tahu tentang ‘Monster’ Lady Cornelia Grey dan Toby Bryce yang sudah membantu Danovan.
Sedangkan Danovan bimbang, dia ragu untuk menceritakan pada Ayahnya tentang Cornelia dan Toby yang mungkin adalah mahluk mutasi sepertinya.
***
Seminggu setelah pencurian chip Zeus dan pertempuran di jalan tol.
Dalam balutan seragam militernya, Danovan berdiri di depan makan Edna Balley. Dia datang membawa bunga dan baru saja berdoa untuknya.
“Edna pasti bangga padamu.”
Tak perlu berbalik Danovan tahu bahwa Ayahnya yang sedang berbicara sambil menepuk pundaknya.
Dia mendengus. “Tentu saja Edna Balley akan bangga, dia sudah bekerja keras untuk proyek Zeus ini.”
Charless tersenyum. Dia maju satu langkah untuk berdiri di samping Danovan.
“Dia perempuan yang baik. Seorang ilmuan paling cerdas yang pernah dimiliki Amerika, aku menyesal kita kehilangan dia.”
“Ya.”
“Oh ya, Nak.” Charless mengerutkan bibir, teringat harus menyampaikan sesuatu pada Danovan. “Rabu besok kau diminta ke Pentagon, Pemerintah dan NASA ingin meneliti dan mengembangkan kemampuanmu lebih lanjut. Mereka masih takut untuk memperbaiki dan mengembangkan Zeus, karena takut Hercules akan bertindak lebih jauh, kita tahu mereka teroris yang berbahaya.”
Danovan menggerutu. “Entah kenapa aku merasa menjadi seperti binatang sirkus yang akan dipamerkan.”
“Maafkan aku Nak. Kau harus menuruti mereka, pemerintah sudah mengeluarkan banyak uang untuk membiayai proyek tentara masa depan—Zeus ini.”Sebelah alis Danovan terangkat tinggi mendengar perkataan sang Ayah. “Kau adalah asset berharga milik Negara.”
Danovan memandang Ayahnya bingung, dia tak mengerti dengan maksud perkataan Charless. Negara mengeluarkan banyak uang untuk mendanai proyek Zeus? Bukankah waktu itu pemerintah menolak membantu?
Charless Logan mendesah. “Seandainya dulu kita punya donator atau sponsor, kau tidak perlu merasa seperti binatang sirkus,” katanya penuh penyesalan.
Danovan tersentak. “Tunggu!”
Charless Logan yang hendak beranjak pergi dari pemakaman berbalik heran menatap anaknya. “Ada apa Danovan?”
“Pap, waktu itu pemerintah tidak mau membantu kita! Dan kita memang memiliki sponsor!” katanya berapi-api. Sekarang giliran Charless Logan yang bingung. “Lady Cornelia Grey, wanita bangsawan yang berasal dari Inggris yang membantu kita.”
“Danovan apa kau salah minum obat?” Tanya Charless cemas sembari meletakan punggung tangannya di dahi sang anak.
Danovan menepis kasar tangan Ayahnya.
“Mungkin kau salah ingat. Aku tidak mengenal Lady Cornelia Grey.”
APA?
“Sebelum memulai proyek Zeus, Ayah menyuruhmu dan Edna menemui Harry Davis untuk membujuknya agar menyetujui pendanaan proyek ‘Tentara Masa Depan’ dan dia setuju.”
Apa-apaan? Danovan menggeleng linglung.
“Pap. Kau dan Edna menyuruhku menemui Cornelia Grey, bukan Harry Davis.”
Charless Logan menyipitkan matanya. “Kau ngelantur, tidak ada yang namanya Lady Grey. Yang membiayai penelitian kita adalah pemerintah. Sepulang dari sini kau bisa mampir ke kantor untuk memeriksa berkasnya. Dokumen itu ditandatangani oleh Harry Davis, si Mentri keuangan yang sombong.”
Danovan masih tampak bingung. Dia merasa seperti orang sinting. Dia tidak mengerti kenapa Ayahnya tidak mengingat apapun tentang Lady Cornelia Grey/
“Tapi … Cornelia dan Toby yang membantuku menghabisi para tentara bayaran di jalan tol. Dan … mereka sudah beberapa kali berkunjung ke Laboratorium kita.”
Sebelah Charless Logan mengerutkan kening menatap wajah linglung putranya.
“Setelah dari sini sebaiknya kau segera mampir ke kantor untuk memeriksa berkas dan CCTV di Markas. Tidak ada yang namanya Lady Cornelia Grey,” katanya sembari menepuk pundak Danovan lalu berbalik pergi meninggalkan pemakaman. Samar terdengar dia menggerutu tentang anaknya yang sudah gila dan butuh psikiater.
Danovan diam, dia tampak terguncang.
***
Tidak ada yang namanya Cornelia? Danovan menghela napas frustrasi. Dia sedang berada di dalam kantornya, sudah berjam-jam dia memeriksa semua berkas dan rekaman CCTV Markas, namun dia tidak menemukan hasil apapun.
Berkas proposal yang seharusnya ditandatangani oleh Lady Cornelia E. Grey, telah berganti nama menjadi Harry Davis. Tidak ada satupun gambar Cornelia dan Toby yang tertangkap CCTV markas atapun rekaman satelit.
Danovan menanyakan tentang Cornelia pada beberapa ilmuan—yang masih hidup—yang pernah bekerja sama dengan mereka dalam proyek Zeus, namun anehnya mereka semua menjawab bahwa mereka semua tidak kenal Lady Cornelia Grey dan tidak tahu siapa dia. Bahkan Lucia Paramore, asisten Charless Logan berkata bahwa dia tidak tahu-menahu tentang Lady Cornelia Grey.
Semua terasa aneh. Cornelia Grey dan Toby Bryce, mereka seperti menghilang ditelan bumi. Tidak ada satupun dokumen tentang mereka, dan bahkan tidak ada seorangpun yang mengingat mereka—kecuali aku. Apa mungkin Cornelia dan Toby hanya delusiku? Sosok yang ada dalam imajinasiku saja? Apakah Zeus memiliki efek samping yang membuatku tidak waras? Kalau memang Cornelia Grey itu tidak nyata, lalu kenapa perasaanku padanya terasa begitu nyata?”
***
Seorang lelaki berseragam pelayan dengan luka mengerikan pada bagian wajah, berjalan pelan menghampiri si majikan perempuan yang bersimpuh di samping sebuah peti mati, yang berisi mayat sang suami yang telah diawetkan.
“Bagaimana?” Tanya Cornelia dingin tanpa menoleh ke arah Toby. Dia tampak asik membelai wajah jasad mendiang suaminya.
“Membutuhkan waktu lebih dari lima hari, tapi proses hypnosis penghapusan ingatan—dan penanaman ingatan baru sudah selesai. Orang-orang yang pernah bekerja sama dengan kita dalam proyek tentara masa depan—Zeus, tidak mengenal kita lagi. Harry Davis dan Charless Logan telah dihipnotis untuk mempercayai bahwa sejak awal mereka memang bekerja sama dalam proyek itu,” lapor Toby. Raut wajahnya terlihat lelah setelah menyelesaikan pekerjaan yang banyak dan rumit.
“Bagus. Bagaimana dengan rekaman CCTV, gambar satelit, dan segala macam hal yang membuktikan bahwa kita memang pernah berada di Amerika selama beberapa bulan belakangan ini?”
“Semua sudah dihapus.”
Cornelia tersenyum. “Kerja bagus. Kau memang selalu bisa diandalkan Toby.”
Toby mengangguk.
“Oh ya.” Belaian tangannya pada jasad mayat Jasper terhenti. Dia menoleh ke arah Toby dengan ekspresi penuh penderitaan. “Danovan? Apa kau juga berhasil menghapus ingatannya?”
Wajah Toby berubah muram. Dia menghela napas berat, lalu menggeleng. “Kami sudah mencobanya beberapa kali, bahkan saat dia tidur. Tapi kami tidak berhasil.”
Cornelia mendesah. “Yeah, tak apa. Memang apa yang berhasil dilakukan pada manusia kadang tidak mempan pada mahluk mutasi.”
“Oh ya Ma’am. Maaf jika ini terkesan ikut campur, tapi … bukankah anda menyukai Danovan Logan?” Cornelia mengangguk menyetujui perkataan Tokl;by. “Tapi kenapa anda melakukan semua ini? Menjauhinya dan membuat diri anda seolah tak perna ada di dunia.”
Cornelia diam. Bangkit dari posisi bersimpuh, dia kemudian berdiri dan berbalik untuk menatap Toby.
“Dia sudah melihatku dalam wujud monster. Dan aku tidak mau dia melihatnya lagi, biarkan aku hanya menjadi mimpi untuknya.”
SELESAI.
No comments:
Post a Comment