Sunday, 6 March 2016

Cerpen - Bisik-Bisik Tetangga


Karya : Fanda Elvira Rosa
Cerpen Twist Ending


Kabut asap pagi ini lebih pekat dari sebelumnya, membuat matahari enggan menampilkan cahahanya di langit negeri berkepala Singa ini. Jalanan terlihat sepi. Gedung-gedung pencakar langit beberapa diantaranya tutup. Para penduduk berwajah Tionghoa juga sudah memakai masker. Aku yakin, mereka tidak terbiasa dengan bau pekat asap yang ada.

“Indonesia selalu saja membuat ulah. Setiap tahun Singapura selalu saja mendapat getah asap dari kebakaran hutan dari Indonesia. Beberapa penerbangan terpaksa harus ditunda hingga tiga jam lagi. Menyusahkan saja!” cibir salah seorang pria tambun berkulit putih pucat, aku tidak bisa melihat wajahnya jelas karena tertutup masker.

“Jangan keras-keras, wanita di ujung sana warga Indonesia. Bisa-bisa rumahmu dibakar karena ketahuan meledeknya,” bisik si wanita, merangkul mesra si pria tambun. Pasti kekasihnya.
Jarak kami terpaut satu meter. Benar saja aku bisa mendengar jelas pembicaraan mereka. Telingaku rasanya mengeluarkan asap meski tak kasat mata.

Meskipun tanganku terasa gatal untuk meninju mereka, namun kuurungkan niatku mengingat lebih baik menunggu kedatangan Antoni daripada melakukan hal bodoh di depan umum.

“Menunggu lama sayang?” sebuah suara yang sudah satu minggu kurindukan. Dia mencium keningku mesra seolah-olah Parkiran Bandara milik kami berdua.

“Tidak, baru beberapa menit saja. Syukurlah kepulanganmu dari Brunei tidak sampai ditunda tiga jam lagi.”

***

Ini pertama kalinya aku menjajakkan kaki di rumah keluarga Antoni, katanya dia ingin mengenalkanku sebgai pacarnya pada orang tuanya. Aku rasa hubunganku akan maju selangkah setelah ini.

“Jadi apa pekerjaan orang tuamu, Nak?” tanya Mama Antoni disela-sela kegiatannya sedang merajut.

“Kontraktor di daerah Riau, Tante.”

Mama Antoni mengangguk. Antoni sendiri hilang entah kemana setelah mengantarku ke ruang tamu, introgasi pertama calon mantu saat ini membuatku gugup!

“Siapa nama orang tuamu?” Papa Antoni mulai angkat bicara setelah sibuk menghisap cerutunya.

“Bintoro Siregar dan Fardain Siregar, Om.”

Papa Antoni mengerutkan kening, seolah berfikir lama mengingat sesuatu. Apa mereka mengenal orang tuaku? Kemudian matanya mendadak berkilat marah dan meninggalkanku.




DOOR!!

Rasa sesak menyelimuti dadaku, kali ini bukan karena pekatnya asap. Melainkan sebuah peluru tepat di bagian jantungku. Kuraba perlahan, darah segar sudah mengalir menembus kausku. Aku terpenrangah karena Papa Antoni telah menembakku.

“Rasakan kau Bintoro! Dengan begini kau akan tahu bagaimana rasanya kehilangan anak yang kau sayangi. Sekarang kita impas setelah membuat bayi kecilku meninggal akibat asap dan asetku habis kau bakar delapan belas tahun silam,” kata Papa Antoni tersenyum mengejek. Sementara Antoni dan Mamanya hanya diam membisu.

Dan kali ini aku salah membenci ulah negaraku hingga harus pindah kuliah di Singapura. Karena sejatinya, bukan negaraku yang salah. Melainkan para oknum jahat yang membuat negara tertangga mencibir. Salah satunya Ayahku sendiri, Bintoro.

SELESAI

No comments:

Post a Comment