Mistake Marriage
(Arin Story)
Di
hari kita berjumpa.
Membeku,
aku berdebar.
Sejak
pertama kali.
Aku
tahu telah kutemukan rumah bagi hatiku.
Berdetak
cepat.
Warna-warni
dan janji-janji.
Bagaimana
agar berani.
Bagaimana
mungkin aku mencinta jika aku takut terjatuh.
Tapi
melihatmu sendirian
Tiba-tiba
semua raguku hilang begitu saja.
Selangkah
lebih dekat
***
“Fokus
Arin, Jonathan sudah menunggumu dibawah dan acara segera dimulai.” Ujar Syarifa
mengingatkan.
Arin
menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri agara tenang. Musiknya familier, A
Thousand Years milik Christina Perri versi acapella. Konsentrasinya terpecah
ketika membayangkan Jonathan mengendongnya agar tak pelu repot-repot menggerakkan
kakinya meuju altar. Kini musik terdengar lebih keras dan anggun. Arin
mengenalnya sebagai pertanda bahwa ia harus segera menuju altar.
“Jaga
aku jangan sampai jatuh, Ayah.” bisik Arin perlahan, stiletto putihnya begitu
menyiksanya harus betul-betul menjaga langkahnya, salah sedikit saja stiletto
sialan ini akan menertawakannya karena terjungkal.
Ayahnya
mengangguk. “Melangkah satu-satu. Jangan gugup, rileks Arin sayang,” gumamnya.
Sementara sang ayah menarik tangan Arin agar melingkari tangannya dan
digenggamnya erat-erat pergelangan tangan Arin.
Waktu
begitu berjalan sangat lambat untuk melalui jalan beralaskan permadani merah
yang membawanya ke altar.
Sesekali
Arin melirik bunga-bunga yang sudah menghiasi bak pita-pita mengantung. Deretan
kursi di kanan dan kirinya terlihat beberapa tamu undangan duduk disana, pipinya
semakin merona menyadari saat seluruh kerumunan wajah yang semuanya terfokus
pada Arin. Sampai akhirnya Arin menemukan dia, berdiri bersama pendeta.
Selama
beberapa detik perhatian Arin teralihkan. Yang dilihat hanyalah wajah Jonathan.
Wajahnya memenuhi mata Arin dan menrati pikiran sang pengantin wanita. Mata
hitam Jonatahn berkilau. Wajahnya nyaris
sempurna terlihat tenang didepan semua orang, tapi Arin tahu dia sangat gugup
seperti dirinya. Kemudian saat pandangan matanya bertemu dengan Arin, Jonathan
tersenyum-senyum bahagia yang membuat nafas Arin tercekat.
Tiba-tiba
genggaman Ayahnya terlepas. Jonathan mengulurkan dan Ayah meraih tangan Arin,
seperti tradisi yang sudah belangsung berabad-abad. Meletakkannya di tangan
Jonathan. Arin menyentuh tangan Jonathan yang dingin. Dan sampailah Arin di
tempat seharusnya, altar.
Janji
setia mereka sederhana, kata-kata tradisional yang sudah diucapkan beberapa
juta tahun lalu yang sudah diucapkan jutaan kali meskipun mereka belum pernah
mengucaapkannya. Sebentar lagi.
Arin
menatap mata Jonatahan dalam-dalam saat
pendeta mengucapkan bagiannya.
Sorot
matanya memancarkan kebahagiaan, dan seakan mengajaknya berbicara melalui
matanya bahwa tidak ada hal yang bearti kecuali Jonathan akan bahagia bersama
Arin.
Arin
baru sadar dirinya menangis setelah tiba waktunya mengucapkan janji setia.
“Saya
bersedia,” ujaranya menghembuskan napas
lega akhirnya berhasil mengeuarkan kata yang semenjak tadi tersangkut di
tenggorokannya. Berulang kali ia mengerjab-nerjabmata untuk menyigkirkan air
mata agar bisa melihat wajah Jonathan.
Pendeta
menyatakan mereka sah sebagai suami istri,
kemudian kudua tangan Jonathan terangkat, direngkuhnya wajah Arin
hati-hati. Seolah wajah Arin adalah butiran debu yang akan hilang tertiup
angin. Jonatahan menurunkan kepalanya ke kepala Arin,. Arin berjinjit,
mengalunkan kedua lengannya sambil memegang buket bunga pada leher Jonatahan.
Diciumnya
Arin dengan lembut dan mesra. Keduanya
melupakan para tamu,tempat, waktu dan alasan. Yang mereka ingat hanyalah bahwa
keduanya saling mencintai dan kini saling memiliki.
Para
tamu bersorak, melihat pasangan pengantin baru di depannya. Mereka
menyadarinya, wajah Arin semakin bersemu merah menahan malu.
DOOR!
Jonathan
menoleh seketika mencari sumber suara tersebut, betapa terkejutnya seperti slow
motion melihat seorang sniper mengarahkan senjatanya kearah istrinya. Segera ia
membalikkan dirinya melindungi Arin dari marabahaya yang bisa mengancam orang
yang dicintainya.
***
“Kau
tidak perlu menangis terus-menerus Arin, Jonathan sekarang sudah bahagia di
surga,” hibur Meta sembari menepuk pelan-pelan
bahu putrinya.
“Tapi
ini semua salahku. Tinka itu mengicarku bukan Jonathan. Ini semua salahku Bun.”
“Kita
semua sudah tahu, Jonathan ingin melakukan yang terbaik untukmu. Mungkin
Brother Complex yang dialaminya adiknya membuat ia depresi mengetahui kalian
berdua menikah sementara adik tirinya masih mencintai kakaknya,Jonathan.”
“Jangan
berkata apapun lagi Arin. Adik tirinya sekarang sudah menyesal atas perbuatannya.
Kamu harus tahu itu!”
Arin
menghela nafas sesaat. “Saat aku tahu kamu udah nggak ada, aku selalu berharap
semua itu Cuma mimpi. Aku berharap di
saat aku terbangun, kamu ada disisi aku dan berkata kamu nggak akan pernah
ninggalin aku.” Air mata Arin makin deras.
Arin menatap batu nisan
Jonathan sendu di hadapannya. “Tapi sekarang aku sadar, ternyata kamu pria
paling berharga untuk dicintai banyak orang karena kebaikanmu. Dan sampai deik
ini pun rasa cintaku padamu tidak akan pernah pudar John, malah semakin
bertambah. Aku berjanji aku akan membuat hidupku lebih bermakna untuk diriku
dengan menaburkan kebaikan-kebaikan sepertimu, Jonathan Pramudya.”
END
DEDIKASI CERITA UNTUK
ARIN YANG ENTAH KEMANA MENGHILANG MUNGKIN SEBAGAIK PROJECT MISTAKE MARRIAGE KU UNTUK
KESEKIAN KALINYA, MUNGKIN TINGGAL 1 CERITA LAGI DAN HUTANGKU UDAH
LUNASSSSSSSSSSSSS YEPIIIIII J MAAF KALAU FEELNYA GAK DAPET AKU
NGERASA DENGAN MEMBUAT CERITA PAKE POV ORANG KETIGA SUSAH AMPUN DEH AMBURADUL GINI, GAK BERANI
BANYAK-BANYAK. YA INTINYA SIH MASIH KEMARIN ADA YANG COMENT-COMENT BROTHER
COMPLEX GITU MANGKANYA TERCETUSLAH CERITA INI.
NIGHT J
No comments:
Post a Comment