Sunday, 6 March 2016

Gara –gara foto


Kupandangi berbagai foto selfieku tadi siang saat jam kosong di sekolah bersama kedua sahabatku, Dita dan Ina. Ternyata lucu juga selfie kami.Ada yang merem,melotot bareng, duck face sampai gaya ala Pak Jokowi “Salam 2 jari.”
“Kenapa ngeliatin hp senyam-senyum gitu? Kamu liat vidio porno ya?” selidik kakakku, Odhi. Astaga ini kakak curiga mulu sama adeknya. Sekarang kami sedang berada di ruang keluarga sambil menonton sinetron. Seketika kedua orang tuaku langsung mendelik kearahku meminta penjelasan. Dasar kak Odhi nyebelin.
“Sumpah! Aku nggak nonton vidio porno Ma..Pa.. kalian percaya deh sama aku. Kak Odhi nih sembarangan ngomongnya. Tau nggak kak sakitnya tuh disini.” jawabku cemberut sambil menunjuk dada. Kedua orang tuaku terkekeh melihatku merajuk, sebenarnya aku kesal diketawain orang tapi nggak apa-apa sih daripada dicurigain liat video porno kan? Aku langsung bergegas meninggalkan ruang keluarga dan menuju kamarku tercinta. Nggak kuat deh aku diketawain juga sama si biang kerok, Kak Odhi.
“Dek, jangan marah ya sama kakak. Beneran deh tadi kakak cuma asal nebak aja. Tapi kamu nggak bohong kan?”
“Nih, coba deh kakak liat bagus nggak?” tanyaku seraya menyodorkan Hp.
“Eh foto apaan nih? Hapus nggak!” serunya tegas.
“Loh kok kakak marah sih? Emang ada yang salah apa sama foto ini?”
“Jelas salah Vira! Kamu tahu nggak-“
“Nggak tahu aku, kan kakak belum jelasin,” potongku cepat.
“Astaga Kakak belum ngomong, kamu main potong aja,” ujarnya ketus.
“Hehehehe Peace Kak.” Kuangkat jari tengah dan telunjuk secara bersamaan membentuk huruf V.
“Kata Nenek, ga boleh foto sama orang yang jumlahnya ganjil. Nggak elok bisa jadi bencana,” jelas kak Odhi dengan ekpresi tak terbaca.
“Maksudnya Kak?” tanyaku bingung.
“Ini foto ada 3 orang. Jelas – jelas 3 itu angka ganjil kan? Kau tahu, orang yang biasanya ditengah dalam posisi foto adalah orang yang sedang terancam bahaya,” kata Kak Odhi menggebu-gebu.
“Kakak! Kita ini hidup di zaman modern kenapa masih percaya mitos begituan sih?”  jawabku menggerutu.
“Terserah, buktikan sendiri saja kalau gak percaya,” ucapnya cuek.
Ngeri juga setelah difikir-fikir. Posisi tenggah dalam foto itu Ina. Semoga saja tidak terjadi hal buruk seperti kata Kak Odhi.
Keesokan Harinya
            “Eh, ini udah bel masuk tapi kemana ya Ina kok gak masuk? Nggak bawa surat lagi?” tanya Dita spontan.
Tiba-tiba aku teringat petuah Kak Odhi. Merasa gelisah, aku menceritakan semua obrolanku dengan Kak Odhi semalam. Dita mendengar semua ocehannku tanpa membantah sedetik pun, sepertinya dia pendengar yang antusias.
“Aku sih gak percaya sama mitos begituan, ini kan udah tahun 2014, zaman modern tau,” kataku masih tetap tidak percaya ucapan Kak Odhi semalam.
“Tapi siapa tau aja benar Ra,” sahut Dita mulai membuka suara.
“Jangan jadi provokasi deh Dit,” kataku emosi.
Obrolan kami terputus karena kedatangan Bu Anita memasuki ruang kelas dengan raut muka khawatir, tidak seperti biasanya yang selalu kalem dan murah senyum.
“Ada apa Bu?” tanya salah satu temaku. Ternyata dia juga merasakan perubahan raut muka Bu Anita.
“Maaf ya anal-anak... hari ini saya tidak bisa mengajar, sekolah baru saja mendapat berita bahwa hari ini ada salah satu murid yang mengalami kecelakaan saat berangkat sekolah. Pihak sekolah belum bisa memastikan siapa, karena itu Ibu akan memeriksannya dulu bersama Pak Dunny.”
Aku dan Ditta saling berpandangan. Jangan – jangan...
Kami berdua serempak pergi ke rumah Ina. Tak peduli lagi dengan teriakan-teriakan Bu Anita karena meninggalkan sruang kelas tanpa pamit. Kalau harus dihukum, aku dan Dita akan melaksanakannya nanti. Yang terpenting saat ini adalah mengecek kondisi keselamatan Ina.
***
Suara ketukan pintu menyerupai dobrakkan membuat Ina mengumpat kesal. Sekarang ia cemas kalau mereka perampok atau penculik. Orang tuanya kini sedang berada di luar kota pula jadi Ina sekarang sendirian. Tapi dipikir-pikir aneh juga kenapa perampok pake mengetuk pintu segala?
“Ina bukain pintu, ini aku dan Vira,” teriak Dita dari luar.
Ina mendesah pelan,setidaknya mereka bukan perampok tapi perusak pintu. Perlahan Ina memegang handle pintu dan-
Cklek
Aku dan Dita memelukknya erat sambil menangis tersedu-sedu.
“Kalian kenapa nangis gitu,” tanya Ina mengerutkan dahi, heran juga kenapa sahabatnya yang jahil ini tiba-tiba menangisinya. Drama Queen banget!
“Kamu baik-baik aja kan? Ga luka kan? Aku kira kamu meninggal,” ujar Dita sesenggukan.
“KURANG AJAR KALIAN! JADI KALIAN BERDUA KIRA AKU MENINGGAL? AKU SEKARANG SEHAT WAL’AFIAT. KALAU JAHIL JANGAN KETERLALUAN DONG.”
 Aku mencoba memberi penjelasan kepada Ina mengenai obrolanku dan petuah Kak Odhi mengenai foto selfie kami bertiga dan posisi Ina yang berada di tengah membuatku takut kalau terjadi petaka dan sialnya Ina menempati posisi tengah. Untung saja bukan aku.
Beberapa detik kemudian ekspresi Ina berubah drastis, ia tertawa terpingkal-pingkal hingga mengeluarkan bulir air mata. Aku dan Dita jadi bingung, apa Ina mulai gila ya?
“Hei Vira sejak kapan kamu jadi lugu begini! Kamu gak kapok ya sering  dibohongi Kak Odhi,” ucapnya masih tertawa namun dengan frekuensi lebih rendah.
“Kami juga panik Ina, kau tahu di sekolah ada murid kecelakaan ketika mau berangkat sekolah, sekolah belum meastikan siapa siswa kecelakaan itu. Belum lagi ditambah cerita dari Kak Odi yang pas banget sama sikonnya. Kita kan jadi ngeri sendiri,” sahut Dita berapi-api. Wah kayanya dita marah diketawain sama Ina kan biasanya kami yang ngetawain Ina.
“Astaga! Maafin aku, bukan maksudku buat sahabatku khawatir. Tapi seragam sekolahku gak tau hilang kemana, mungkin aja masiuh dibawa Mama ke laundry jadi ya aku ga sekolah mana orang tuaku ga ada lagi.
Dan buat Kaka Odhi, kayanya ia haruss dikasih pelajaran biar kapok! Sudah kalian jangan percaya lagi sama omongan Kak Odhi.”
“Maafin kelakuan konyol Kak Odhi ya? Nanti kita kerjain aja takut-takutin cicak biar histeris. Oh ya berhubung Ina baik-baik aja, Dita ayo kita kembali lagi ke sekolah dan menjalani hukuman dari Bu Anita karena sudah meninggalkan pelajarannya,” seruku mengajakknya pergi.
“Ah dihukum ya? Kan ga adil Ina bolos kita nggak,” jawabnya polos.
Sontak kami semua tertawa meratapi kekonyolan kami hanya gara-gara foto.
END


No comments:

Post a Comment